Dalam setiap ajaran agama, ada seruan yang sama: membela yang lemah, menjaga kehidupan, dan merawat bumi sebagai anugerah. Itulah sebabnya gerakan lintas iman di akar rumput kini mengambil peran lebih aktif—menggelar diskusi di rumah ibadah, membangun solidaritas lintas komunitas, mendampingi warga di wilayah rentan, dan menegaskan bahwa penjagaan lingkungan bukan wacana teknis, tetapi praktik iman yang hidup.
Sumatera tidak boleh terus dijadikan zona pengorbanan. Pulau ini membutuhkan keberanian untuk menata ulang arah pembangunan. Bukan untuk menghentikan ekonomi, tetapi untuk memastikan bahwa ekonomi tidak mematikan kehidupan. Kita perlu mengembalikan hutan pada fungsinya, menempatkan sungai sebagai pusat peradaban, dan memastikan kebijakan publik berpihak pada keberlanjutan.
Karena pada akhirnya, menjaga Sumatera bukan hanya tugas aktivis. Ini adalah panggilan spiritual lintas iman. Sebuah ikhtiar untuk memastikan bahwa ketika anak-anak kita kelak menengok pulau ini, mereka tidak hanya mewarisi statistik kerusakan, tetapi warisan cinta pada bumi yang pernah kita janjikan untuk jaga bersama.***
Artikel Terkait
GreenFaith Indonesia dan UIN Sumut Sepakat: Agama Harus Turun Tangan Hadapi Krisis Lingkungan
Satu Dekade Usai Perjanjian Paris, Dunia Makin Panas, Target 1,5°C Semakin Sulit Dikejar?
Indonesia Disorot Dunia, Dapat Award Satir 'Fossil of the Day' karena Komitmen Iklim Dinilai Mandek di Ajang COP
Laris Manis di COP30! Indonesia Kantongi Rp7 Triliun dari Karbon, Namun Dikritik karena Bahayakan Target Emisi
GreenFaith Sentil COP30: Nilai Kemanusiaan Jangan Dikorbankan demi Lobi Fosil
GreenFaith & UM Surabaya Dorong Ekoteologi Lintas Iman Hadapi Krisis Iklim
Sumatera Jadi 'Korban Baru' Industri Tambang? 1.900 Izin Kuasai Jutaan Hektare, Warga Resah Ekosistem Terancam, Sungai Mengering, Banjir Meluas