HUKAMANEWS - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menegaskan pentingnya respons strategis yang terkoordinasi antara Pemerintah dan KPPU dalam menyikapi kebijakan perang tarif impor dari pemerintah Amerika Serikat.
Wakil Ketua KPPU, Aru Armando dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 9 Mei 2025, menilai bahwa tarif tinggi dari AS akan melemahkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar global.
Komoditas unggulan seperti minyak sawit, tekstil, alas kaki, elektronik, karet, dan kopi terancam kehilangan pasar karena menjadi lebih mahal dibanding produk dari negara pesaing, seperti Malaysia yang hanya dikenakan tarif 24%.
Baca Juga: Bukan X Fold4, vivo Langsung Luncurkan X Fold5 dengan Spesifikasi Gahar dan Desain Super Tipis!
"KPPU menilai bahwa pasar domestik akan terancam oversupply dan serbuan produk impor murah. Situasi ini akan memicu pelimpahan stok ke pasar dalam negeri akibat penurunan permintaan ekspor, yang berpotensi menurunkan harga komoditas lokal dan merugikan petani serta pelaku UMKM, " jelasnya.
Di sisi lain, Indonesia juga berisiko menjadi sasaran limpahan produk murah dari Tiongkok yang terkena tarif tinggi di AS. Produk-produk seperti elektronik, besi baja, furnitur, hingga kendaraan diperkirakan akan membanjiri pasar Indonesia dengan nilai potensi mencapai USD 221,6 miliar.
Dalam kondisi pasar yang oversupply, KPPU memperingatkan potensi maraknya praktik predatory pricing, strategi menjual barang di bawah harga pasar untuk menguasai pasar.
Baca Juga: Apple Diam-diam Pakai Teknologi Samsung yang Lebih Canggih dari Z Fold6 untuk iPhone Lipatnya
"Dampak ketiga adalah industri yang berfokus pada ekspor ke AS juga berpotensi mengalami pengurangan produksi dan pemutusan hubungan kerja akibat penurunan pesanan dari pasar AS, " tambahnya
Dengan PHK atau penutupan pabrik akan membuka celah bagi akuisisi oleh investor asing. Hal ini dapat mengubah struktur pasar domestik dan mengganggu keseimbangan persaingan usaha.
Oleh karena itu, KPPU menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap merger dan akuisisi, serta koordinasi erat dengan Kementerian Hukum, Kementerian Perindustrian, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Indonesia.
“Koordinasi dan sinergi pengawasan merger dan akuisisi antara KPPU dengan Pemerintah atau berbagai regulator sangat dibutuhkan dimasa ini. Jika perlu, KPPU dan Pemerintah harus memiliki strategi pengawasan yang dilakukan bersama untuk mengawasi potensi merger dan akuisisi yang merugikan”, tegas Aru.
Mencermati strategi pemerintah seperti peningkatan impor dari AS, wacana penurunan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN), dan penghapusan kuota impor. KPPU merekomendasikan sejumlah langkah strategis.