analisis

Saat Ancaman Pecat Pejabat Korup Lebih Nyaring dari Eksekusi

Kamis, 18 Desember 2025 | 19:44 WIB
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

Satirannya justru terletak di sini. Negara berjanji mengamankan aset, sementara sebagian pejabatnya sibuk mengamankan diri. Regulasi ditinjau, celah ditutup, kata presiden. Namun, selama aktor lama dengan mental lama tetap bercokol, celah akan selalu ditemukan. Korupsi di Indonesia bukan sekadar soal hukum, melainkan soal budaya kekuasaan yang permisif terhadap penyalahgunaan wewenang. 

Ancaman pemecatan akan bermakna jika diikuti tindakan cepat dan terbuka. Siapa yang dipecat? Atas dasar apa? Prosesnya bagaimana? Transparansi menjadi kunci. Tanpa itu, ancaman hanya akan menjadi latar musik bagi rutinitas birokrasi yang sama. Rakyat mendengar, mengangguk, lalu menunggu—lagi.

Pada akhirnya, pernyataan Prabowo adalah taruhan politik. Jika ia konsisten, sejarah akan mencatatnya sebagai presiden yang berani mematahkan kebiasaan lama. Jika tidak, ancaman itu hanya akan menjadi kutipan pidato yang ramai di awal, lalu tenggelam oleh kasus-kasus baru. Di titik inilah publik berhak bersikap kritis: bukan menolak ketegasan, tetapi menagih pembuktiannya. Sebab, dalam negara hukum, yang paling ditakuti pejabat bukanlah ancaman, melainkan kepastian bahwa hukum benar-benar bekerja.*** 

Halaman:

Tags

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB