Gibran, di sisi lain, memang berusaha tampil sebagai representasi generasi muda: aktif di media sosial, berkunjung ke pesantren, berdialog dengan pelajar dan pelaku UMKM. Namun peran wakil presiden masih terlihat simbolik. Publik menunggu langkah lebih substansial — kebijakan inovatif yang menjawab keresahan kaum muda, bukan sekadar safari politik yang disiarkan di kanal resmi pemerintah.
Kekuatan pemerintahan ini sejatinya terletak pada sinergi antara pengalaman Prabowo dan energi muda Gibran. Namun kekuatan itu bisa berubah jadi kelemahan jika keduanya terjebak dalam pencitraan. Kepemimpinan yang berorientasi hasil hanya lahir dari keberanian menegakkan hukum tanpa pandang bulu, membuka ruang kritik, dan memastikan kebijakan berdampak langsung bagi rakyat.
Satu tahun memang belum cukup untuk menilai pemerintahan secara penuh. Tapi cukup untuk menakar arah dan niat. Pemerintah boleh bangga dengan stabilitas politik dan tingginya kepuasan publik. Namun yang dibutuhkan rakyat bukan stabilitas yang membisu, melainkan keadilan yang hidup. Karena pada akhirnya, sejarah tak menulis mereka yang paling sering berbicara — tetapi mereka yang sungguh bekerja.***