Saatnya Akhiri Tradisi “Mutu Rendah” Legislasi
Gelombang pembatalan undang-undang oleh MK sejatinya bukan sekadar koreksi yuridis, melainkan tamparan politik bagi DPR dan pemerintah. Ia menunjukkan bahwa legislasi di negeri ini telah kehilangan arah dan akal sehat. Proses penyusunan undang-undang bukan lagi arena intelektual, melainkan medan tawar-menawar antar kepentingan.
Reformasi legislasi harus dimulai dari hulu: dari partai politik. Partai mesti berhenti menjadikan rekrutmen sebagai ajang mencari figur viral. Parlemen bukan panggung hiburan, melainkan ruang perumusan kebijakan publik yang menuntut kecerdasan moral dan nalar hukum. Partai seharusnya menjadi sekolah kader bangsa, bukan pasar elektabilitas.
Selain itu, proses legislasi di DPR dan pemerintah harus dikembalikan ke prinsip transparansi, riset berbasis bukti, dan partisipasi publik yang sejati. Rakyat bukan hanya objek, tetapi subjek hukum yang harus dilibatkan dalam setiap tahap penyusunan undang-undang.
Mutu rendah legislasi bukan sekadar soal pasal yang keliru, melainkan cermin dari cara berpikir politik yang keliru. Demokrasi kehilangan arah ketika popularitas mengalahkan kapasitas, ketika konstitusi dikalahkan oleh kalkulasi elektoral.
Sudah saatnya kita berhenti mentoleransi parlemen yang gagal berpikir. Hukum yang baik lahir dari pemikiran yang jernih dan nurani yang bersih. Jika kursi parlemen terus diisi oleh mereka yang mengejar sorotan kamera alih-alih kepentingan rakyat, maka legislasi akan terus menjadi produk dari kebisingan, bukan kebijaksanaan.***