“Mental Stunting” Pejabat

photo author
- Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.
Dr. Pieter C Zulkifli, SH. MH.

HUKAMANEWS - Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di negeri ini tak lagi sekadar persoalan oknum, melainkan cerminan dari apa yang disebut sebagai mental stunting pejabat: tubuh kekuasaan besar, tetapi kerdil dalam integritas. Fenomena ini membuat demokrasi kehilangan makna, karena rakyat terus menanggung beban dari rakusnya elite yang menguasai sumber daya.

Dalam tulisan analisis politiknya, pengamat hukum dan politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH., mengurai betapa berbahayanya kepemimpinan yang lahir dari kultur politik transaksional. Tanpa keberanian membongkar akar penyakit ini, bangsa hanya akan melahirkan generasi pemimpin yang makin pandai bersandiwara, tetapi makin miskin jiwa. Berkut ini catatan lengkapnya:

***

Mental stunting pejabat mencerminkan korupsi, rakus kuasa, dan lemahnya integritas. Indonesia butuh pemimpin berjiwa besar.

BANGSA ini terlalu sering bangga menyebut dirinya besar, kuat, dan penuh potensi. Tetapi, bagaimana mungkin sebuah bangsa bisa melompat jauh bila dipimpin oleh pejabat yang justru kerdil secara moral? Tubuh kekuasaan mereka boleh gagah, fasilitas negara melekat di punggung, tetapi di balik itu tersembunyi mental stunting—kekerdilan visi, keberanian, dan integritas. Fenomena ini bukan sekadar kelemahan individu, melainkan cermin kegagalan kolektif kita dalam melahirkan kepemimpinan yang sehat.

Korupsi adalah gejala paling telanjang dari mental stunting. Ia tumbuh dari pragmatisme murahan—logika “asal menguntungkan diri sendiri”—serta keserakahan yang tak pernah puas. Pejabat tak lagi berpikir soal kebijakan jangka panjang atau kepentingan publik, melainkan bagaimana memperkaya diri dan kelompoknya. Sistem yang seharusnya menjadi pagar, ironisnya justru keropos. Pengawasan lemah, transparansi minim, dan akuntabilitas hanya sekadar jargon.

Penelitian dari UIN Malang menegaskan betapa budaya kolektivis yang bercampur politik transaksional memperkuat perilaku koruptif. Loyalitas kepada patron dan kelompok lebih diutamakan daripada kepentingan bangsa. Akibatnya, pejabat sibuk menjaga gengsi partai dan patronase politik, sementara rakyat terus jadi penonton yang menanggung rugi.

Baca Juga: KPK Pastikan Penetapan Tersangka Rudi Tanoe Sesuai Hukum, Gugatan Praperadilan Jadi Sorotan

Akar Masalah: Korupsi dan Mentalitas Kerdil

Mental stunting pejabat lahir dari kombinasi pragmatisme dangkal, keserakahan, dan kegagalan sistemik. Banyak pejabat yang memandang kekuasaan hanya sebagai sarana memperkaya diri atau kelompok, bukan untuk melayani rakyat. Pola pikir semacam ini tumbuh subur karena lemahnya pengawasan dan minimnya transparansi dalam tata kelola negara.

Faktor individu juga berperan besar. Tidak sedikit pejabat yang masuk dalam kategori dark triad personality: narsistik, Machiavellian, dan psikopatik. Narsisme mendorong mereka memburu panggung dan simbol kemewahan, Machiavellianisme membuat mereka tega menghalalkan segala cara, sementara kecenderungan psikopatik membuat mereka dingin dan minim empati. Kombinasi ini menjelaskan mengapa banyak pejabat dengan mudah menyalahgunakan wewenang, bahkan tega menyelewengkan anggaran publik di tengah penderitaan rakyat.

Fenomena ini kerap diperparah oleh elite capture atau penangkapan kebijakan oleh kelompok elit yang berkolusi dengan birokrat. Hasilnya adalah kleptokrasi, yakni persekongkolan antara pejabat dan korporasi yang menjadikan negara seolah toko serba ada untuk kepentingan pribadi. Seperti dikemukakan Transparency International, indeks persepsi korupsi Indonesia stagnan di angka 34/100 pada 2023, menandakan betapa dalam penyakit ini berakar (Transparency International, 2024).

Baca Juga: Kuota Haji Rp1 Triliun Diduga Dijual? KPK Periksa Mantan Sekjen Kemenag Era Yaqut hingga Dicecar Soal SK Misterius

Rakyat yang Menanggung Derita

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: OPINI

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Membenahi Gagap Nalar Peradilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:37 WIB

Bandara IMIP dan Hilangnya Kedaulatan Negara

Kamis, 27 November 2025 | 15:06 WIB

Rapuhnya Integritas “Wakil Tuhan di Muka Bumi”

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:00 WIB

DPR dan Mutu Rendah Legislasi

Senin, 13 Oktober 2025 | 07:00 WIB

Jalan Terjal Mengembalikan Akal Sehat Kekuasaan

Senin, 6 Oktober 2025 | 12:00 WIB

“Mental Stunting” Pejabat

Sabtu, 13 September 2025 | 09:00 WIB

Keadilan Fiskal dan Martabat Demokrasi

Senin, 8 September 2025 | 11:00 WIB

Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia

Rabu, 3 September 2025 | 22:00 WIB
X