"Perangkat ini melampaui stabilitas banyak sensor lainnya dengan secara konsisten memantau tiga ion dalam keringat manusia selama lebih dari enam bulan," ujarnya.
Manfaat bagi Atlet dan Masyarakat Umum
Penelitian ini menunjukkan bahwa perangkat tersebut memiliki akurasi pengukuran hingga 95 persen jika dibandingkan dengan metode deteksi standar.
Ini menjadi sangat bermanfaat bagi atlet ketahanan yang sering kehilangan elektrolit selama aktivitas fisik intensif.
Baca Juga: Mengenal Dharma Pongrekun: Purnawirawan Jenderal Polri yang Maju di Pilkada Jakarta Jalur Independen
Dengan adanya gangguan elektrolit, perangkat ini bisa memberikan peringatan kepada pengguna untuk segera menambah kadarnya, mengurangi risiko cedera terkait olahraga.
Cai Xin, salah satu penulis pertama penelitian ini, menekankan bahwa jam tangan ini bisa menjadi alternatif pengganti tes elektrolit konvensional yang biasanya memerlukan sampel cairan tubuh di rumah sakit.
"Selain menawarkan tes noninvasif, perangkat ini memungkinkan pemantauan elektrolit secara aktual, yang merupakan kemajuan signifikan dalam hal pemantauan kesehatan manusia," ujar Xu Han, seorang dokter di Rumah Sakit Pusat Bengbu.
Baca Juga: Ingat KKN? Undip Lepas Mahasiswa KKN Terbanyak Tahun Ini
Meski inovatif, perangkat ini memiliki beberapa kelemahan. Dibandingkan dengan jam tangan kebugaran yang populer di pasaran, perangkat ini lebih besar dan lebih berat, sehingga kurang nyaman untuk dipakai.
Namun, tim peneliti berharap dapat mengembangkan sensor keringat wearable yang lebih sesuai untuk pasar dalam lima tahun ke depan.
Selain itu, Yang Meng mengungkapkan bahwa timnya juga bertujuan mengadaptasi perangkat ini untuk pemantauan lingkungan, seperti mengukur logam berat.
Baca Juga: Ingat KKN? Undip Lepas Mahasiswa KKN Terbanyak Tahun Ini
Mereka juga berencana merancang bahan membran sensitif untuk memantau lebih banyak informasi fisiologis lainnya, seperti ion glukosa dan klorida.***