Masril bertugas mencari info pelatihan tersebut. Ayah satu anak itu rajin mengumpulkan brosur dari tiap bank. "Saya masuki semua bank. Setiap saya menanyakan informasi mengenai pelatihan membuat bank, yang saya tanyai hanya tertawa," ungkapnya saat tampil di acara talkshow KickAndy.
Empat tahun kemudian, pada 2006, usaha itu membuahkan hasil. Masril dan kawan-kawan kemudian bertemu Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA). Yayasan AFTA adalah lembaga yang turun ke kenagarian (desa) di Sumatera Barat (Sumbar) untuk memberikan penyuluhan pertanian.
Yayasan AFTA memfasilitasi dengan memberikan pelatihan keuangan. Yang diajarkan adalah akuntansi sederhana seperti mencatat uang yang masuk dan keluar. Seluruh anggota mendapat pelatihan itu, meski nanti yang menjadi petugas hanya beberapa orang. Sejak itu, LKMA resmi didirikan.
Baca Juga: Belajar Bahasa: Nominasi, Nominator, dan Nomine
Supaya seperti bank betulan, para anggota juga sepakat menerbitkan saham untuk modal pendirian lembaga keuangan tersebut. Petani boleh membelinya. Para anggota langsung bergerak cepat melakukan sosialisasi saham. Satu lembar saham dihargai Rp 100 ribu.
"Jangan tanya, sangat banyak yang masih bingung soal saham. Masak kertas begini harganya seratus ribu," ujarnya.
Sosialisasi dilakukan dalam rapat kelompok tani, masjid, sampai lampo (warung kopi, Red) yang memang banyak bertebaran di wilayah Agam. "Warung-warung kopi di daerah kami sering dijadikan tempat rapat. Orang-orang di DPR baru mulai rapat, di lampo kami sudah selesai bahas," tegasnya.
Setahun berdiri, banyak yang mulai merasakan manfaat bank petani tersebut. Yang utama adalah kemudahan mengakses modal. Petani yang membutuhkan dana bisa langsung meminjam. Termasuk untuk kebutuhan lain seperti biaya sekolah anak, biaya pernikahan, hingga membeli kendaraan.
Baca Juga: Kura-Kura Duri, Reptil Endemik Indonesia yang Makin Langka
Membangun Kepercayaan Diri Petani
Manfaat lain adalah mengatasi pengangguran anak-anak petani lulusan SMA. Di antara mereka banyak yang direkrut menjadi karyawan LKMA. Rata-rata tiap LKMA memiliki lima karyawan. Banyak juga karyawan yang bisa melanjutkan kuliah dengan meminjam uang dari LKMA dan membayar cicilan pinjaman dari gaji mereka.
Di sisi pendidikan, para petani serta anggota menjadi tahu cara mengelola lembaga keuangan karena semua diikutkan training saat awal pembentukan. LKMA juga menjadi sarana penyebaran informasi terkait pertanian dengan cara mengorganisasi petani guna mengikuti training pertanian.
Meski demikian, ada pula kendala yang harus dihadapi Masril. Terutama dalam membangun rasa percaya diri para petani. Awalnya, mereka merasa tidak mampu untuk membuat serta mengelola lembaga keuangan untuk diri sendiri. "Perlu beberapa kali pertemuan untuk memotivasi mereka."
Baca Juga: Bangga!, 10 Negara Ini Ternyata Lancar Berbahasa Indonesia
Selain itu, ketika lembaga telah terbentuk dan berjalan dengan baik, kerap terjadi gesekan antaranggota. Ada yang ingin menjadi pengurus, pengelola, dan sebagainya. Hal tersebut diatasi dengan pengaturan yang tegas soal pengurus, pengelola, serta badan pengawas. "Pengurus adalah wakil pemilik saham, pengelola adalah anak-anak para petani. Sementara itu, badan pengawas diambilkan dari tokoh masyarakat setempat," jelas Masril.