Hanya, Bukik menambahkan, selama sekolah belum mampu menumbuhkan inisiatif siswa untuk belajar selama jam pelajaran, pelarangan PR hanya akan membuat waktu belajar siswa justru jadi kosong.
“Kalau ingin melarang PR, pastikan ada strategi lain yang menumbuhkan motivasi belajar dan rasa tanggung jawab anak terhadap proses belajar mereka,” ucap Bukik.
Dalam konteks di Jawa Barat, Bukik berpesan agar pemerintah provinsi tidak berpikir dangkal dengan hanya berkutat pada pilihan antara menghapus dan mempertahankan PR, melainkan mengkaji efektivitasnya.
“Alih-alih dilarang secara menyeluruh atau diterapkan seragam, PR sebaiknya dirancang dengan mempertimbangkan konteks murid, usia, dan kualitas tugas,” tutupnya.