HUKAMANEWS - Somasi, atau teguran hukum, sering kali dianggap sebagai langkah awal sebelum masuk ke ranah gugatan hukum.
Melalui somasi, kreditur memberi peringatan kepada debitur untuk segera memenuhi kewajibannya dalam suatu perjanjian.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi jika somasi ini diabaikan?
HukamaNews.com akan membahas bagaimana somasi bekerja, kapan diperlukan, bentuk-bentuknya, dan konsekuensi hukum yang timbul apabila somasi diabaikan.
Apa Itu Somasi?
Dalam konteks hukum Indonesia, istilah "somasi" tidak secara eksplisit disebutkan dalam KUHPerdata.
Namun, istilah yang mendekati adalah ingebrekestelling, atau "pernyataan lalai," yang diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata.
Menurut Yahya Harahap, somasi adalah peringatan yang diberikan kreditur kepada debitur untuk segera memenuhi kewajibannya.
Dasar hukum somasi dapat ditemukan dalam Pasal 1238 dan Pasal 1243 KUHPerdata, di mana diatur bahwa seorang debitur dapat dianggap lalai apabila ia tidak memenuhi kewajibannya setelah peringatan diberikan.
Pada dasarnya, somasi adalah bentuk formal dari teguran yang bisa dilakukan melalui surat perintah, akta tertentu, atau berdasarkan kekuatan hukum perjanjian itu sendiri.
Dengan adanya somasi, debitur diingatkan bahwa ketidakpatuhan terhadap kewajibannya dapat berujung pada gugatan hukum.
Mengapa dan Kapan Somasi Diperlukan?
Somasi umumnya diperlukan ketika terjadi wanprestasi, yaitu ketika debitur gagal memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam perjanjian.