Beragama: Memperebutkan Klaim Kebenaran vs Menghormati Perbedaan

photo author
- Jumat, 21 Februari 2025 | 11:00 WIB
Ilustrasi. Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi arena baru bagi perdebatan dan klaim kebenaran dalam beragama.
Ilustrasi. Di era digital yang serba cepat ini, media sosial telah menjadi arena baru bagi perdebatan dan klaim kebenaran dalam beragama.

Kembali Pada Hakikat

Saya menghormati tumbuhnya gerakan pemurnian agama seperti yang digelorakan oleh kawan-kawan di grup WhatsApp tersebut. Di dalam sebuah komunitas, wajar jika seseorang harus membangun eksistensi dirinya, salah satu caranya dengan memposting hal-hal seperti itu. Saya menoleransi sikap mereka yang merasa sudah sangat yakin bahwa pemahaman keagamaan merekalah yang paling benar, sesuai dengan perilaku dan ajaran Nabi.

Saya memaklumi ketika mereka merasa paling sahih di antara sekian banyak varian pemahaman keagamaan yang beragam. Namun demikian, ekspresi keyakinan itu akan menjadi masalah ketika mereka sampaikan dengan sikap menyalahkan pemahaman, keyakinan, dan praktik keagamaan orang lain yang tidak seirama dengan mereka.

Baca Juga: Raja Kecil, ASN Nakal, dan Gaduhnya Efisiensi Anggaran

Hemat saya, ketika ada orang yang merasa tidak nyaman karena telah disalah-salahkan, bukan berarti ia sedang melawan kebenaran mutlak sesuai dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadis. Mengapa tuduhan itu tidak bisa dibenarkan? Karena praktik keagamaan orang yang dipersalahkan itu juga memiliki dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadis. Untuk menakar kebenarannya, tentu tidak bisa dilakukan secara hitam-putih, menurut ukuran pemahaman dirinya saja.

Semoga praduga saya tidak keliru, bahwa praktik keagamaan umat Islam yang hidup di zaman ini sejatinya hanyalah meniru praktik keagamaan orang lain. Orang lain itu pun juga meniru generasi sebelumnya yang terus bermuara pada sahabat Nabi dan Nabi sendiri. Sedangkan praktik ibadah para sahabat dan Nabi sudah berlangsung selama ribuan tahun lalu.

Siapakah yang paling tahu akan keotentikan sebuah ajaran agama? Semua mendaku paling murni, paling otentik, dan paling benar, sesuai dasar hukum agamanya masing-masing. Lalu, siapakah sejatinya yang paling berhak menjadi hakim yang bisa memutuskan kebenaran secara mutlak atas berbagai klaim kebenaran tersebut?

Baca Juga: PGI Tolak Mengelola Tambang, Berbeda dengan Muhammadiyah dan NU

Jangan-jangan, level kebenaran dari praktik peribadatan yang saya jalani selama ini baru sampai pada tingkat merasa atau paling tinggi meyakini bahwa itu sudah benar. Kebenaran paling mutlak akan diputuskan oleh Allah, sebagai hakim yang Maha Adil di kehidupan akhirat nanti. Di dunia ini, saya hanya sebatas merasa, meyakini, dan berharap bahwa praktik keagamaan yang saya lakukan selama ini bisa sesuai dengan kehendak dan ridho Allah. Sikap dan perasaan ini terus saya pelihara sebagai peneguhan bahwa saya hanyalah makhluk Allah dengan tingkat pengetahuan yang sangat terbatas. Untuk itu, rasanya malu jika harus merasa paling benar, lalu menyalah-nyalahkan orang lain.

Semoga orientasi keagamaan saya tidak bertujuan untuk menyalah-nyalahkan orang yang memiliki pemahaman dan praktik keagamaan yang berbeda dengan saya. Menghormati segala perbedaan praktik peribadatan yang dilakukan dengan beragam cara oleh umat Islam adalah keniscayaan. Mempraktikkan prinsip "amar ma’ruf nahyi munkar" (perintah untuk menyuruh kebaikan dan mencegah kejahatan) bisa dilakukan secara proporsional, dalam artian tetap harus menggunakan tata krama sehingga substansinya tersampaikan dan orang lain tidak tersinggung.

Hemat saya, kebajikan agama haruslah dipraktikkan dengan cara yang baik dan bijak sehingga mampu menumbuhkan kemaslahatan bagi kehidupan bersama yang sarat dengan perbedaan.***

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Jukung Julak: Rumah Makan yang Menyimpan Ribuan Doa

Rabu, 19 November 2025 | 20:13 WIB

Soal Gelar Pahlawan Soeharto, Saya Berbeda Pandangan

Minggu, 9 November 2025 | 06:05 WIB

45 Tahun WALHI: Gerakan Tanpa Kultus

Jumat, 17 Oktober 2025 | 15:38 WIB

Ketika Para Ibu Sudah Turun ke Jalan

Senin, 31 Maret 2025 | 13:18 WIB
X