Penjelasan ini penting untuk meluruskan persepsi publik bahwa OTT bukanlah agenda sensasional, melainkan respons hukum terhadap kejadian nyata yang terpantau oleh aparat penegak hukum.
Dari sisi penegakan hukum, OTT menjadi instrumen strategis karena memungkinkan penyidik menangkap pelaku beserta barang bukti secara langsung.
Dalam praktiknya, OTT biasanya dilakukan setelah KPK melakukan penyelidikan mendalam, pemantauan transaksi, serta analisis aliran dana.
Momentum penangkapan sering kali tidak bisa ditunda karena berisiko menghilangkan barang bukti atau membuka peluang pelaku melarikan diri.
Pada Desember 2025, KPK mencatat tiga OTT yang terjadi hampir bersamaan.
Baca Juga: KPK Bawa 7 Orang OTT Bupati Bekasi ke Jakarta, Siapa Saja yang Mulai Diperiksa Intensif?
OTT kesembilan dilakukan pada 17 hingga 18 Desember 2025 di wilayah Banten.
Dalam operasi tersebut, KPK menangkap seorang jaksa, dua pengacara, dan enam pihak swasta.
Dari OTT ini, penyidik menyita uang tunai sebesar Rp900 juta yang diduga berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani.
OTT kesepuluh berlangsung pada 18 Desember 2025 di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dalam operasi ini, KPK mengamankan 10 orang, termasuk Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang.
Penangkapan kepala daerah dalam OTT selalu menjadi perhatian publik karena menyentuh langsung isu integritas pejabat publik dan tata kelola pemerintahan daerah.
OTT kesebelas dilakukan di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, juga pada 18 Desember 2025.
Dalam penindakan ini, KPK menangkap enam orang, termasuk Kepala Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara, Albertinus Parlinggoman Napitupulu, serta Kepala Seksi Intelijen Kejari setempat, Asis Budianto.