Polda Metro Jaya diketahui baru menggelar gelar perkara khusus pada Senin, 15 Desember 2025, untuk menelaah laporan yang masuk.
Dalam sistem peradilan pidana Indonesia, vonis hanya dapat dijatuhkan setelah proses penyidikan, penuntutan, persidangan terbuka, dan putusan hakim.
Tahapan tersebut sama sekali belum dilalui dalam perkara yang diklaim oleh konten viral tersebut.
Salah satu elemen yang memperkuat hoaks ini adalah penggunaan gambar lama Roy Suryo.
Foto yang digunakan dalam thumbnail video merupakan dokumentasi lama saat Roy Suryo menjalani persidangan kasus unggahan meme stupa Candi Borobudur.
Dalam perkara tersebut, Roy Suryo didakwa melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kasus itu sama sekali tidak berkaitan dengan tuduhan ijazah palsu Presiden Jokowi.
Penggabungan foto lama, judul sensasional, dan visual tokoh nasional menjadi teknik manipulatif yang kerap digunakan dalam penyebaran disinformasi digital.
Fenomena Roy Suryo divonis 30 tahun penjara mencerminkan pola hoaks politik yang semakin kompleks.
Platform digital dengan algoritma berbasis klik dan durasi tontonan memberi insentif besar pada konten sensasional.
Baca Juga: Pemeriksaan Kedua Yaqut, KPK Sebut Jadi Kunci Puzzle Kerugian Negara yang Mencapai Rp1 Triliun
Isu yang melibatkan nama besar seperti Jokowi, Prabowo, dan Roy Suryo memiliki daya tarik tinggi.
Tanpa verifikasi, publik dapat dengan mudah terjebak pada narasi yang dibangun secara sepihak.
Dalam konteks literasi digital, kasus ini menunjukkan pentingnya membedakan antara proses hukum yang sedang berjalan dan putusan pengadilan yang sah.