nasional

Banjir Bertubi di Sumatera, Pemerintah Wacanakan Balikkan Lahan Sawit ke Hutan, Realistis atau Janji Biasa?

Jumat, 5 Desember 2025 | 17:53 WIB
Potongan kayu gelondongan di pantai Padang usai banjir Sumatera. (HukamaNews.com / Antara)

Opini publik di media sosial menunjukkan narasi kritis: banyak netizen menilai banjir adalah “tagihan alam” dari pembukaan hutan besar-besaran.

Konsep Restorasi Hutan: Realistis atau Butuh Keberanian Politik?

Mengembalikan sawit menjadi hutan bukan langkah mudah.

Terdapat tiga tantangan besar:

- Ekonomi: Sawit menyumbang ratusan triliun terhadap perekonomian daerah dan nasional.
- Sosial: Banyak warga menggantungkan hidup dari plasma sawit.
- Legalitas: Banyak lahan sawit telah bersertifikat resmi bertahun-tahun.

Namun secara lingkungan, pilihan ini bisa berdampak besar:

- Memperkuat serapan air.
- Mencegah longsor.
- Menekan risiko banjir berulang.
- Menstabilkan ekosistem sungai hingga ke pesisir.

Baca Juga: Radiasi Cs 137 Cikande Terungkap, Bos Asal China Jadi Tersangka Kasus Limbah Berbahaya di Indonesia

Contoh keberhasilan restorasi hutan sudah terjadi di Kalimantan, di mana daerah yang direstorasi kembali tumbuh hijau dalam 5–7 tahun melalui kombinasi bibit lokal dan konservasi.

Masyarakat Sumatera tak lagi meminta janji, tetapi eksekusi.

Publik berharap pemerintah tak sekadar mengusut penyebab bencana setelah terjadi, tetapi membangun mitigasi struktural jangka panjang.

Banyak warganet menilai jika kebijakan ini diterapkan tegas dan transparan, Indonesia bisa menjadi contoh dunia dalam restorasi ekologis.

Langkah mengembalikan lahan sawit menjadi hutan mungkin terdengar berat, penuh risiko, dan kontroversial.

Namun jika bencana terus datang tanpa perbaikan tata ruang, kerugian sosial, ekonomi, dan lingkungan justru akan semakin besar.

Mitigasi bukan hanya soal penanganan pascabencana, tetapi bagaimana negara mengambil keputusan berani demi generasi mendatang.

Halaman:

Tags

Terkini