HUKAMANEWS - Polda Metro Jaya memastikan gelar perkara khusus dalam kasus dugaan penyebaran tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo akan segera digelar, sebuah langkah krusial yang sejak awal didesak para tersangka.
Permintaan gelar perkara khusus itu diajukan kubu Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma, yang menilai proses klarifikasi harus dibuka terang sebelum pemeriksaan saksi dan ahli dilakukan.
Isu ijazah Jokowi yang sempat menghangat di ruang publik kembali memasuki babak baru setelah kepolisian menegaskan gelar perkara menjadi prioritas, seraya melakukan koordinasi internal dengan Wasidik untuk menentukan waktu pelaksanaan.
Polda Metro Matangkan Jadwal Gelar Perkara
Polda Metro Jaya menegaskan bahwa gelar perkara khusus kini memasuki tahap finalisasi agenda.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Budi Hermanto mengatakan penyidik tengah menyelaraskan jadwal dengan Wasidik agar forum tersebut bisa dilaksanakan tepat waktu dan sesuai prosedur.
“Tim penyidik sekarang tengah menyamakan agenda dengan Wasidik guna menetapkan waktu yang tepat untuk gelar perkara khusus,” ujar Budi, Jumat, 28 November 2025.
Budi menambahkan, hasil gelar perkara menjadi dasar penentuan arah penyidikan berikutnya, terutama sebelum para tersangka di klaster lain dipanggil kembali untuk pemeriksaan lanjutan.
Pakar hukum yang dihubungi terpisah menilai keputusan polisi ini penting untuk menjaga akuntabilitas penyidikan dan meredam spekulasi liar di media sosial.
6 Tokoh Siap Menjalani Pemeriksaan Setelah Gelar Perkara
Selain Roy Suryo cs, setidaknya terdapat enam tokoh lain yang juga menunggu hasil gelar perkara sebelum dipanggil kembali.
Mereka adalah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M. Rizal Fadillah, Rustam Effendi, Damai Hari Lubis, serta seorang narasumber lain dalam klaster serupa.
Seluruhnya dijerat Pasal 160 KUHP tentang hasutan kekerasan terhadap penguasa umum.
Di berbagai forum publik, sejumlah pengamat menilai kelompok pertama ini lebih fokus pada pernyataan dan narasi yang memicu gejolak di ruang digital, sementara klaster kedua terkait dugaan manipulasi data elektronik.