nasional

Mantan Hakin Agung Gayus Lumbuun Sarankan Mediasi Jadi Jalan Damai Terbaik untuk Akhiri Polemik Ijazah Jokowi

Minggu, 30 November 2025 | 14:00 WIB
Gayus Lumbuun menyampaikan pandangan soal mediasi kasus ijazah Presiden Jokowi. (HukamaNews.com / Antara)

Menurutnya, polemik yang terus dibiarkan bukan hanya mengaburkan inti persoalan, tetapi juga berpotensi membahayakan iklim kebangsaan.

Ia mengingatkan publik agar tidak mudah terpancing isu, terutama yang dapat memicu sentimen emosional di masyarakat.

Gayus menyampaikan bahwa jika nantinya para tersangka, Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma, terbukti bersalah, mereka tetap harus menerima sanksi hukum.

Sebaliknya, jika terbukti bahwa ijazah Presiden Jokowi palsu, sanksi hukum juga tetap harus diberlakukan.

Namun ia menegaskan bahwa sampai saat ini Universitas Gadjah Mada telah menegaskan Jokowi benar lulus sebagai Sarjana Kehutanan dan ijazahnya diserahkan langsung kepada yang bersangkutan.

Baca Juga: Baru Bebas, Ira Puspadewi Ungkap Kisah yang Mengguncang Hidupnya, 3 Hari di Isolasi hingga Rehabilitasi Mengejutkan Presiden Prabowo

Mengapa Isu Ijazah Terus Bergulir? Ini Penjelasan Hukumnya

Gayus menerangkan bahwa dalam proses pencalonan pejabat publik—baik wali kota, gubernur, maupun presiden, dokumen ijazah menjadi syarat administratif yang wajib dipenuhi.

Karena itu, jika seseorang menggunakan ijazah palsu, meski memiliki keahlian sebenarnya di bidang tertentu, tetap bisa dikenakan sanksi.

Menariknya, Gayus menyebut bahwa perkara ini juga dapat dilihat melalui konsep misbruik van omstandigheiden atau penyalahgunaan keadaan.

Misalnya, KPU mewajibkan ijazah, tetapi pihak universitas hanya bisa mengeluarkan surat keterangan lulus karena merasa telah mengeluarkan ijazah sebelumnya.

Situasi seperti ini bisa melahirkan tindakan membuat ijazah palsu untuk memenuhi syarat administratif.

Konsep tersebut ada dalam Pasal 1321 KUHPerdata dan menjadi salah satu pertimbangan penting dalam analisis kasus.

Ia menilai konsep ini lebih relevan dibanding Pasal 44–48 KUHP mengenai alasan pemaaf dan pembenar, karena yang dipermasalahkan bukan semata-mata perbuatan, melainkan keadaan yang melatarinya.

Baca Juga: Presiden Prabowo Perintahkan Percepatan Bantuan Banjir Bandang Sumatera, Pemerintah Belum Tetapkan Darurat Nasional

Halaman:

Tags

Terkini