PSI mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam mengonsumsi informasi yang beredar di media sosial.
Menurut Andy, banjir informasi setiap hari membuat hoaks dan fitnah mudah terselip, terutama isu yang bersinggungan dengan politik dan tokoh publik.
Ia menekankan pentingnya pengecekan ulang sebelum mempercayai dan membagikan sesuatu.
Secara lebih luas, isu ini juga memperlihatkan bagaimana informasi parsial sering dimanfaatkan untuk membangun narasi tertentu.
Kasus bandara Morowali menunjukkan bahwa konteks lengkap sangat penting agar publik tidak terjebak pada kesimpulan prematur.
Pakar komunikasi publik menyebut fenomena ini sebagai “fragmented truth”—kebenaran yang dipilah-pilah hingga maknanya berubah.
Karena itu, literasi digital menjadi kunci menghadapi isu yang cepat menyambar di era media sosial.
Kontroversi Bandara IMIP memberikan pelajaran bahwa verifikasi menjadi kebutuhan penting di tengah derasnya informasi.
Pernyataan PSI mengembalikan konteks bahwa Jokowi hanya meresmikan bandara milik negara, bukan fasilitas milik swasta.
Hal ini menjadi titik penting agar diskusi publik kembali pada fakta, bukan asumsi.
Dinamika di Morowali juga menjadi momentum bagi pemerintah untuk memastikan pengawasan bandara khusus berjalan sesuai standar nasional.
Transparansi dan regulasi yang kuat akan menjadi kunci menjaga kepercayaan publik.
Pada akhirnya, setiap warga memiliki peran dalam memerangi distorsi informasi, dimulai dengan kebiasaan sederhana: cek ulang sebelum percaya.***