HUKAMANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan uang tunai Rp 300 miliar sebagai bagian dari pengembalian kerugian negara dalam kasus korupsi investasi fiktif PT Taspen yang merugikan dana pensiun ASN.
Tumpukan uang pecahan Rp 100.000 itu menjadi simbol betapa seriusnya penyimpangan pengelolaan dana komitmen publik, terutama ketika dana pensiun dipertaruhkan oleh ulah koruptor.
Kasus korupsi Taspen yang menyeret Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) Ekiawan Heri Primaryanto kembali menegaskan bahwa pengelolaan dana pensiun Indonesia masih menyimpan celah besar yang perlu dibenahi secara struktural.
Baca Juga: Misteri Wafatnya Dirut Bank BJB Usai Bermain Golf, Spekulasi Penyebab Kematianya Makin Memanas
KPK Pamerkan Uang Rp 300 Miliar dalam Kasus Taspen
KPK menampilkan uang tunai Rp 300 miliar di ruang konferensi pers Gedung Merah Putih, Kamis (20/11/2025), sebagai bagian dari total Rp 883 miliar rampasan negara dari kasus investasi fiktif PT Taspen.
Uang pecahan Rp 100.000 itu disusun rapi menyerupai tembok bata setinggi sekitar 1,5 meter. Puluhan bal uang senilai Rp 1 miliar per bal memenuhi hampir seluruh area depan ruangan—pemandangan yang jarang terlihat di publik, namun menjadi bukti nyata pemulihan kerugian negara.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa nilai yang dipamerkan hanya sebagian kecil.
Ia menjelaskan, seluruh aset rampasan sebesar Rp 883 miliar telah ditransfer ke rekening Giro THT Taspen di BRI Cabang Veteran pada 20 November 2025, disertai enam instrumen efek yang dipindahkan ke rekening efek PT Taspen.
Uang Pensiun Bukan Angka di Kertas, Tapi Masa Depan ASN
Asep mengingatkan bahwa korupsi dana pensiun adalah bentuk kejahatan yang sangat memprihatinkan.
Menurutnya, dana Taspen adalah tumpuan masa depan lebih dari 4,8 juta ASN di Indonesia, mulai dari guru, tenaga kesehatan, hingga pegawai administrasi daerah.
Setiap rupiah yang dikorupsi, kata Asep, berarti merenggut hak pekerja yang sudah dipotong gajinya setiap bulan selama puluhan tahun.
Pernyataan ini memicu banyak respons publik. Di media sosial, warganet mempertanyakan bagaimana investasi yang seharusnya superketat justru bisa diselewengkan melalui skema yang terstruktur dan melibatkan banyak pihak.