Dalam laporannya, Jokowi menyoroti adanya dugaan fitnah dan penyebaran informasi palsu yang kemudian berkembang luas di berbagai platform digital.
Tiga dari enam laporan turut naik ke tahap penyidikan, sementara dua laporan lainnya dicabut pelapornya sebelum proses berlanjut.
Pemeriksaan 130 Saksi dan 22 Ahli: Salah Satu Penyidikan Terbesar Tahun Ini
Penyidik memeriksa 130 saksi dan 22 ahli dari berbagai bidang seperti Dewan Pers, KPI, Kemenkumham, ahli bahasa, hingga forensik digital.
Jumlah ini tergolong besar untuk kasus pencemaran nama baik, menunjukkan kompleksitas penyebaran informasi dan jejak digital para pihak dalam kasus ini.
Ahli digital forensik disebut berperan penting dalam menelusuri rekam jejak unggahan yang menjadi dasar penetapan tersangka.
Kasus ini memunculkan diskusi luas di media sosial.
Sebagian netizen menilai kritik terhadap pejabat publik sah-sah saja, tetapi tidak boleh berbasis data palsu atau tuduhan tak berdasar.
Sejumlah akademisi hukum mengingatkan bahwa demokrasi digital membutuhkan verifikasi informasi sebelum menyebarkannya, terutama jika menyangkut nama baik seseorang.
Di sisi lain, ada pula yang menilai bahwa penggunaan UU ITE harus tetap proporsional agar tidak mematikan kebebasan berekspresi.
Baca Juga: MAKI Ultimatum KPK Soal Kasus CSR BI–OJK, Publik Bertanya: Kenapa Tersangka Belum Ditahan?
Isu Lama yang Kembali Muncul
Isu ijazah Jokowi sebenarnya sudah beberapa kali muncul sejak 2019, namun selalu dibantah kampus dan pemerintah.
Meski demikian, viralitas isu ini menunjukkan bahwa hoaks politik masih menjadi tantangan besar menjelang tahun-tahun politik.