Sementara yang lain menilai, kasus ini menjadi pengingat bahwa gaya hidup glamor kerap memiliki sisi gelap di balik layar.
Pengamat hukum Universitas Parahyangan, Dr. Arief Rahmadi, menilai tindakan membuka rekening atas nama orang lain berpotensi melanggar Pasal 55 KUHP jika terbukti dilakukan dengan kesadaran untuk menutupi asal-usul dana.
“Praktik seperti ini sering digunakan untuk menyamarkan aset. Bila terbukti ada aliran dana hasil tindak pidana, maka rekening tersebut bisa disita negara,” jelasnya.
Kasus ini berawal dari penyidikan Kejaksaan Agung terhadap dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah izin PT Timah Tbk yang melibatkan pengusaha dan pejabat daerah.
Baca Juga: Bukan Sekadar Gaya, Ini Alasan Menkeu Purbaya Rela 'Bertaruh' Keliling Kementerian Jelang Akhir 2025
Harvey Moeis, suami Sandra Dewi, diduga menerima keuntungan tidak sah dari aktivitas pertambangan ilegal dan pencucian uang.
Beberapa aset mewah pasangan ini, seperti mobil klasik, perhiasan, serta rumah di kawasan elit Jakarta, telah disita kejaksaan sebagai bagian dari proses hukum.
Meski begitu, pihak kuasa hukum Sandra Dewi menyebut kliennya tidak terlibat dan hanya menjadi korban dari tindakan suaminya.
Namun, temuan terbaru tentang rekening atas nama asisten pribadi memunculkan pertanyaan baru soal sejauh mana peran Sandra dalam pengelolaan dana Harvey.
Sidang keberatan penyitaan aset Sandra Dewi diperkirakan masih akan berlanjut beberapa pekan ke depan.
Publik menantikan apakah majelis hakim akan mempertimbangkan fakta baru ini sebagai bagian dari bukti keterlibatan atau hanya sebatas administrasi keuangan pribadi.
Di tengah derasnya sorotan publik, banyak pihak berharap proses hukum tetap transparan dan adil.
Kasus Sandra Dewi dan Harvey Moeis kini bukan sekadar cerita selebritas, melainkan potret bagaimana kekuasaan, harta, dan kepercayaan publik bisa berubah dalam sekejap.
Sementara itu, di media sosial, opini publik terbelah. Ada yang masih bersimpati pada Sandra Dewi sebagai ibu rumah tangga yang tak tahu menahu urusan bisnis suaminya, tapi tak sedikit pula yang menuntut pertanggungjawaban hukum yang setara tanpa pandang bulu.***