Sejumlah aktivis menilai proses hukum ini berpotensi menimbulkan preseden terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia.
Namun, di sisi lain, aparat kepolisian menegaskan bahwa langkah hukum tersebut bukan bentuk pembungkaman, melainkan penegakan hukum terhadap aksi yang menimbulkan kericuhan publik.
Beberapa pengamat hukum dari Universitas Indonesia menilai bahwa putusan hakim menolak praperadilan Delpedro menjadi pengingat bahwa mekanisme praperadilan bukan untuk membuktikan bersalah atau tidaknya seseorang, melainkan sebatas menilai sah tidaknya prosedur hukum.
Sementara itu, masyarakat di media sosial terbagi dua. Sebagian mendukung langkah tegas aparat, sementara lainnya menilai perlu kehati-hatian agar proses hukum tidak menimbulkan kesan kriminalisasi terhadap aktivis.
Baca Juga: KPK Periksa PNS Kemenaker Terkait Kasus Pemerasan TKA Rp 85 Miliar, Aset Mewah Disita Penyidik
Kasus ini juga menjadi sorotan di berbagai daerah, termasuk Bandung dan kota-kota besar lainnya, karena menyangkut isu kebebasan berpendapat yang sering menjadi bahan diskusi di kalangan mahasiswa dan organisasi sipil.
Beberapa komunitas di Bandung, misalnya, menyerukan agar proses hukum dijalankan secara transparan, tanpa mengabaikan prinsip fair trial.
Dengan ditolaknya praperadilan Delpedro, maka penyidikan kasus dugaan penghasutan demonstrasi ini akan berlanjut hingga tahap pelimpahan ke kejaksaan.
Langkah ini sekaligus menjadi sinyal bahwa hakim cenderung berpihak pada formalisme hukum ketimbang tafsir politis dalam kasus yang melibatkan aktivis.
Meski begitu, publik berharap agar proses hukum berjalan objektif dan tidak dimanfaatkan sebagai alat represi terhadap kritik sosial.
Ke depan, transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum akan menjadi kunci menjaga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum di era digital yang penuh sorotan publik.***