“Isu seperti itu harus dibersihkan. Jangan sampai ada oknum ‘tukang olah proyek’ yang merusak program unggulan Presiden,” ujarnya.
Menurutnya, integritas pelaksana di lapangan akan menentukan keberhasilan program ini.
Presiden Prabowo, kata Sulis, sudah memberikan arah kebijakan yang jelas dan visioner, tinggal bagaimana para pelaksana mengeksekusinya tanpa mengubah arah menjadi “proyek pribadi.”
Suara dari Promedia: Kritik Konstruktif untuk Perbaikan
Ketua Umum Jaringan Pemred Promedia, Sunardi Panjaitan, menilai kritik seperti ini perlu dilihat sebagai masukan konstruktif, bukan bentuk penolakan.
Baca Juga: Ini Alasan Langkah Berani Pemerintah Kirim 41 Napi Berisiko Tinggi Asal Jakarta ke Nusakambangan
Ia menyoroti bahwa pengadaan bahan pangan MBG di beberapa daerah masih tersentralisasi pada pemasok besar, padahal tujuan awalnya adalah menghidupkan ekonomi lokal.
“Idealnya, produsen lokal harus dilibatkan lebih luas agar manfaat ekonomi benar-benar dirasakan masyarakat daerah,” ujarnya.
Pandangan ini sejalan dengan komitmen Badan Gizi Nasional (BGN) yang memastikan porsi bahan pangan lokal terus meningkat.
Dalam pelaksanaannya, BGN mulai memperbesar penggunaan susu segar, sayuran organik, hingga produk pertanian desa, agar MBG benar-benar menjadi fondasi gizi nasional yang berkeadilan.
Program Visioner, Tapi Butuh Pengawasan Publik
Dari perspektif ekonomi politik, program seperti MBG bukan hanya soal pangan bergizi, tapi juga soal pemerataan dan kedaulatan ekonomi nasional.
Baca Juga: Legislasi Indonesia Kian Amburadul, DPR Dinilai Lebih Sibuk Pencitraan daripada Berpikir
Agar tidak terjebak menjadi proyek elitis, publik dan media perlu ikut mengawasi implementasinya di lapangan.
Pengawasan publik inilah yang, menurut pengamat, akan menjaga kepercayaan terhadap visi besar Presiden Prabowo: membangun Indonesia dari bawah, lewat perut rakyat.