Rp100 Ribu Sehari untuk Guru, Tambal Sulam Distribusi MBG atau Titip-titip Honor Baru?

photo author
- Rabu, 1 Oktober 2025 | 14:52 WIB
Menyoroti insentif Rp100 ribu per hari ke guru penanggung jawab dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah.
Menyoroti insentif Rp100 ribu per hari ke guru penanggung jawab dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah.

HUKAMANEWS – Program Menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan pemerintah sejak 2024 kembali jadi perbincangan. Bukan soal menu atau kualitas makanan, melainkan strategi distribusi yang kini melibatkan guru sekolah dengan imbalan Rp100 ribu per hari.

Badan Gizi Nasional (BGN) menerbitkan Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2025 yang mewajibkan sekolah menunjuk satu hingga tiga guru sebagai penanggung jawab distribusi MBG. Prioritas diberikan pada guru bantu dan honorer dengan sistem rotasi. Setiap guru akan menerima insentif Rp100 ribu per hari, dibayarkan setiap 10 hari sekali lewat dana operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

“Pemberian insentif ini bukan sekadar kompensasi finansial, melainkan pengakuan atas dedikasi guru dalam mendukung keberhasilan program,” ujar Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, di Jakarta, Senin (29/9/2025).

Program MBG memang menyasar kelompok rentan—anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Tetapi, di lapangan sering muncul persoalan: logistik telat, pencatatan kacau, hingga distribusi yang tidak merata. Guru dianggap paling dekat dengan siswa dan punya posisi strategis memastikan makanan benar-benar sampai ke meja penerima.

“Kalau hanya mengandalkan tenaga distribusi dari luar sekolah, kadang terlambat atau datanya tidak cocok. Guru yang setiap hari bertemu murid tentu lebih tahu,” kata Siti Nurhayati, seorang guru honorer di Depok yang ditunjuk jadi penanggung jawab MBG.

Namun, penunjukan guru ini juga menimbulkan tanda tanya. Apakah tambahan honor Rp100 ribu per hari sekadar solusi tambal sulam, atau malah membuka ruang baru untuk praktik titip-titip honor di birokrasi pendidikan?

Tak hanya guru, distribusi MBG juga mengandalkan kader keluarga berencana (KB) untuk menyasar ibu hamil, menyusui, dan balita. Mereka pun mendapat insentif, meski dengan skema berbeda.

“Insentif ini bukan gaji, tetapi pengganti biaya operasional kader dalam mendistribusikan MBG ke rumah-rumah penerima manfaat,” jelas Deputi Bidang Penggerakan dan Peran Masyarakat BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso, di Pangkalpinang (19/9/2025).

Ia menambahkan, besaran insentif disesuaikan dengan kondisi wilayah. “Ada yang ringan, sedang, sampai berat. Tentu saja nominalnya berbeda,” kata Sukaryo.

Distribusi MBG juga melibatkan Tim Pendamping Keluarga (TPK), termasuk kader posyandu. Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Wihaji, menjelaskan, insentif mereka berbentuk penggantian transportasi dengan nominal dihitung berdasarkan jumlah penerima manfaat.

“TPK untuk mendistribusikan (MBG) ada pembiayaannya. Kisarannya sekitar Rp1.000 per orang, disesuaikan dengan kondisi geografis,” ujar Wihaji di Jakarta, Senin (22/9/2025).

Bagi sebagian kader, nominal itu memang kecil, tapi cukup sebagai penopang transportasi harian. “Kalau tidak ada pengganti, kadang kami nombok sendiri bensin motor. Jadi, meski tidak besar, tetap membantu,” tutur Ratna, kader posyandu di Sleman.

Antara Solusi dan Beban Anggaran

Dengan makin banyak pihak yang terlibat, distribusi MBG kini tampak lebih sistematis. Ada guru, kader KB, hingga kader posyandu yang menerima insentif sesuai perannya. Pemerintah berharap pola ini menutup celah keterlambatan dan memastikan makanan bergizi benar-benar sampai ke kelompok sasaran.

Namun, sejumlah pengamat menilai strategi berbasis insentif ini berpotensi menambah daftar beban anggaran.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Rekomendasi

Terkini

X