Pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran, Dr. Bambang Prakoso, menilai kasus seperti ini penting untuk dijadikan pelajaran bagi semua instansi agar pengadaan berbasis teknologi tidak sekadar formalitas.
“Digitalisasi seharusnya memotong celah korupsi, bukan jadi topeng baru. Transparansi vendor dan audit forensik digital wajib dilakukan,” ujarnya.
Upaya KPK dan Dampaknya ke Sektor Perbankan
Sejumlah pihak mengapresiasi langkah cepat KPK memanggil para saksi dari sektor swasta.
Langkah ini dinilai penting untuk mengurai pola kerja sama antara pihak internal BRI dengan vendor penyedia teknologi.
Jika kasus ini terbukti, maka bukan hanya individu, tapi juga ekosistem proyek digital BUMN harus direformasi total.
Baca Juga: Ponpes Al Khoziny Ambruk, Pihak Pesantren Minta Maaf, Polisi Tetap Lanjutkan Proses Hukum
Kementerian BUMN disebut mulai menyiapkan sistem pengawasan elektronik lintas proyek untuk mencegah praktik serupa terulang.
KPK menegaskan penyidikan masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru dari hasil pemeriksaan saksi-saksi tambahan.
Kasus mesin EDC BRI membuka kembali perdebatan lama tentang transparansi proyek digital di institusi negara.
Digitalisasi seharusnya membawa efisiensi, bukan menambah potensi kebocoran.
KPK kini dihadapkan pada ujian besar: apakah lembaga ini mampu menelusuri aliran dana hingga ke akar dan memastikan semua pihak yang terlibat mendapat hukuman setimpal.
Publik menunggu bukti nyata bahwa pemberantasan korupsi di era digital tidak berhenti di papan nama, tapi benar-benar menyentuh sistem yang bobrok di dalamnya.***