Awalnya, ia menggunakan akun dengan nama SkyWave, sebelum akhirnya menggantinya menjadi @bjorkanesiaa yang identik dengan nama Bjorka.
Menurut keterangan polisi, WFT tidak hanya menargetkan bank. Ia juga berhasil mengakses data milik perusahaan kesehatan hingga perusahaan swasta lainnya di Indonesia.
Lebih parah, ia mengklaim telah menjual sebagian data itu melalui berbagai platform media sosial.
Kasubbid Penmas Bidhumas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak, menegaskan bahwa penangkapan ini dilakukan setelah bukti digital yang dikumpulkan menunjukkan keterlibatan WFT sebagai pengelola akun Bjorka.
Baca Juga: Pertamina Patra Niaga Pastikan BBM Aman, Gandeng SPBU Swasta Jaga Pasokan Hingga Pelosok
Ancaman Hukuman Berat
Atas perbuatannya, WFT dijerat dengan pasal berlapis dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ia disangkakan melanggar Pasal 46 Jo Pasal 30, Pasal 48 Jo Pasal 32, serta Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35.
Jika terbukti bersalah, WFT terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara. Kasus ini juga menjadi momentum penting bagi aparat untuk menegaskan komitmen dalam memberantas kejahatan siber yang merugikan masyarakat luas.
Penangkapan hacker yang mengaku sebagai Bjorka ini menunjukkan bahwa isu keamanan data masih menjadi titik lemah di Indonesia.
Dengan semakin maraknya digitalisasi, kebocoran data bisa berdampak luas: mulai dari kerugian finansial, penurunan kepercayaan publik, hingga potensi disalahgunakan untuk tindak kriminal lainnya.
Banyak pakar keamanan siber menilai kasus ini sebagai "wake-up call" bagi lembaga keuangan dan perusahaan swasta di Indonesia. Mereka harus meningkatkan lapisan proteksi data dan memperketat audit sistem agar tidak mudah ditembus.
Di sisi lain, publik juga menaruh perhatian besar. Di media sosial, tagar #Bjorka kembali ramai dibicarakan.
Sebagian warganet merasa lega karena aparat berhasil membekuk sosok yang selama ini meresahkan. Namun, ada juga yang skeptis dan mempertanyakan, apakah WFT benar-benar sosok asli Bjorka atau hanya mengaku-ngaku.
Penangkapan WFT oleh Polda Metro Jaya menjadi bukti bahwa kejahatan digital tidak bisa dibiarkan begitu saja. Kasus ini bukan hanya soal seorang hacker, tetapi juga tentang masa depan keamanan data Indonesia.