HUKAMANEWS – Pengunduran diri Rahayu Saraswati Djojohadikusumo dari kursi DPR RI mengejutkan publik.
Politikus Partai Gerindra yang juga keponakan Presiden Prabowo Subianto ini memilih mundur setelah pernyataannya soal lowongan kerja menuai kontroversi dan dianggap menyinggung perasaan pencari kerja di Indonesia.
Keputusan ini tidak hanya sekadar langkah administratif, melainkan juga bentuk tanggung jawab moral yang jarang ditemui di dunia politik Tanah Air.
Banyak pihak menilai, keberanian Rahayu untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf secara terbuka menandai standar baru dalam akuntabilitas politik Indonesia.
Baca Juga: Viral Lagi! Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Tegas Tolak Praktik Jual Beli Jabatan
Rahayu sendiri menegaskan, meski mundur dari jabatannya, ia tetap berkomitmen menyelesaikan pembahasan RUU Kepariwisataan terlebih dahulu sebagai bentuk tanggung jawab politiknya kepada rakyat.
Akuntabilitas Moral yang Jarang Ditemui
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, menyebut keputusan Rahayu sebagai contoh nyata keberanian moral dalam politik.
“Moralitas seorang pejabat publik tidak diukur dari seberapa kuat ia mempertahankan kursi, melainkan dari kesanggupan mengakui kekhilafan dan bersedia mundur ketika kepercayaan publik terguncang,” kata Haidar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (11/9).
Menurutnya, pengunduran diri Rahayu berbeda dari kebanyakan politikus Indonesia yang lebih sering bertahan meski dihujani kritik.
Baca Juga: Baru Dua Hari Menjabat, Menkeu Purbaya Kena Sindir DPR Jadi Menteri Paling Viral
Permintaan maaf terbuka yang disampaikan Rahayu dianggap sebagai pengakuan bahwa rakyat adalah hakim tertinggi.
“Dengan menyelesaikan ‘tugas terakhir’ sebelum mundur, Rahayu menghindari kesan lari dari tanggung jawab dan justru memastikan proses legislasi tidak terabaikan,” tambah Haidar.
Kontroversi Ucapan yang Jadi Bumerang
Drama pengunduran diri Rahayu bermula dari pernyataannya dalam sebuah podcast nasional pada Rabu (10/9).