Ia menambahkan bahwa RUU ini juga sejalan dengan semangat UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU Pencegahan Pencucian Uang.
Namun, kedua UU tersebut masih lemah karena tetap memerlukan putusan pidana terlebih dahulu.
Dari perspektif ekonomi hukum, Razikin menilai bahwa UU Perampasan Aset akan menjadi senjata negara untuk menyelamatkan potensi kerugian triliunan rupiah setiap tahunnya.
Aset yang berhasil dirampas dapat dikembalikan ke kas negara untuk kebutuhan publik, mulai dari sektor pendidikan, kesehatan, hingga infrastruktur.
Baca Juga: Sidang Etik Tujuh Anggota Brimob Pelindas Ojol Affan Digelar, Dua Personel Dihukum Berat
Oleh karena itu, ia menekankan agar DPR dan pemerintah tidak lagi menunda.
“Negara ini tidak boleh menjadi surga bagi para koruptor dan penjahat ekonomi,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas juga menyatakan bahwa DPR siap mengambil alih inisiasi RUU Perampasan Aset dari pemerintah.
RUU tersebut sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029.
Menurut Supratman, langkah DPR itu merupakan sinyal positif untuk mempercepat penyelesaian pembahasan.
Baca Juga: PDIP Didesak Nonaktifkan Deddy Sitorus, Publik Tagih Ketegasan Setelah Gelombang Pemecatan DPR
“Kalau DPR yang ambil alih, bagus dong. Itu berarti ada keseriusan untuk menyelesaikan,” ujarnya.
Pengesahan RUU Perampasan Aset dianggap sebagai ujian serius bagi komitmen negara dalam memerangi korupsi.
Jika regulasi ini kembali tertunda, ruang gerak para mafia ekonomi dan koruptor hanya akan semakin leluasa.
Momentum politik yang ada kini dinilai tepat untuk membuktikan keseriusan pemerintah dan DPR dalam menyelamatkan aset negara demi kemakmuran rakyat.*