3. Cabut PP 35/2021 sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.
4. Hentikan PHK massal dengan membentuk Satgas khusus.
5. Reformasi pajak, termasuk menaikkan PTKP dari Rp4,5 juta menjadi Rp7,5 juta, serta menghapus pajak pesangon, THR, dan JHT.
6. Sahkan RUU Ketenagakerjaan baru sesuai perintah MK Nomor 168/2024.
Sementara itu, mahasiswa membawa agenda tambahan: menolak kebijakan tunjangan jumbo anggota DPR dan mendesak Presiden Prabowo Subianto menghadirkan kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada rakyat kecil.
Menanggapi kabar ini, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyebut aksi 28 Agustus merupakan hal yang berbeda dari protes mahasiswa dua hari sebelumnya.
“Aksi buruh kali ini fokus pada revisi UU ketenagakerjaan. DPR menghormati keputusan MK dan tentu membutuhkan waktu untuk melakukan revisi. Aspirasi masyarakat dijamin undang-undang, asalkan disampaikan sesuai mekanisme,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Pihak DPR menegaskan terbuka menerima masukan dari buruh maupun mahasiswa. Namun, mereka juga meminta aksi dilakukan tanpa kericuhan agar pesan utama tidak hilang.
Di sisi lain, publik ramai menyoroti potensi kolaborasi buruh dan mahasiswa sebagai momentum baru dalam gerakan sipil.
Beberapa netizen bahkan menyebut situasi ini mengingatkan pada sejarah reformasi 1998, ketika kekuatan mahasiswa dan rakyat bersatu menekan pemerintah.
Jika aksi berjalan damai dan masif, pengamat menilai tuntutan buruh dan mahasiswa bisa mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Dengan tekanan publik yang semakin besar, peluang lahirnya kebijakan baru di bidang ketenagakerjaan maupun kesejahteraan rakyat menjadi semakin terbuka.
Kini, mata publik tertuju pada hari Kamis, ketika ribuan massa dari dua kelompok sosial berbeda itu bersatu di jalan.