HUKAMANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya buka suara soal pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan tak akan membela anak buahnya jika terjerat kasus korupsi.
Respons ini datang setelah kasus dugaan pemerasan di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyeret mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan alias Noel, bersama 10 tersangka lainnya.
Jurubicara KPK, Budi Prasetyo, menilai sikap Presiden Prabowo sejalan dengan komitmen negara dalam pemberantasan korupsi.
Ia menekankan bahwa penegakan hukum yang serius bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi juga menjadi cermin keadilan masyarakat.
“Kita penting melihat kembali esensi penegakan hukum yang memberikan efek jera para pelakunya dan rasa keadilan bagi masyarakat. Penegakan hukum yang serius juga sekaligus menjadi cermin komitmen negara dalam pemberantasan korupsi,” ujar Budi, Minggu (24/8/2025).
Kasus Noel dan Skandal Sertifikat K3
Kasus ini mencuat usai operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 20–21 Agustus 2025. Noel bersama sejumlah pejabat Kemnaker diduga melakukan pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Dalam aturan resmi, tarif pembuatan sertifikat K3 hanya Rp275 ribu. Namun, para pekerja dan buruh dipaksa merogoh kocek hingga Rp6 juta jika ingin pengajuan sertifikasi mereka diproses cepat.
Modus pemerasan dilakukan dengan cara memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan yang tidak membayar lebih.
Angka Rp6 juta jelas memberatkan pekerja. Sebagai perbandingan, biaya tersebut setara dengan dua kali lipat rata-rata Upah Minimum Regional (UMR) buruh di beberapa daerah.
Kondisi ini membuat banyak pekerja terhimpit, karena sertifikasi K3 merupakan syarat mutlak untuk bekerja di bidang tertentu.
Respons KPK: Bukan Sekadar Menindak, Tapi Mencegah
Budi menambahkan, penindakan hukum tidak cukup jika tidak dibarengi perbaikan sistem di sektor ketenagakerjaan.