HUKAMANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyorot praktik korupsi bantuan sosial di Kementerian Sosial.
Empat orang dicegah bepergian ke luar negeri karena diduga terlibat dalam kasus korupsi pengangkutan bansos yang kini masuk tahap penyidikan.
Pencegahan ini menjadi sinyal kuat bahwa KPK ingin memastikan seluruh pihak yang terkait tetap berada di Indonesia demi memperlancar proses hukum.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, empat orang yang dicegah adalah ES, BRT, KJT, dan HER. Larangan bepergian itu berlaku selama enam bulan sejak 12 Agustus 2025.
“Tindakan ini dilakukan agar mereka tetap berada di dalam negeri karena keterangannya dibutuhkan dalam proses penyidikan,” kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/8).
Informasi yang beredar menyebut identitas keempatnya, yakni Komisaris Utama PT Dosni Roha Logistik sekaligus Direktur Utama PT Dosni Roha Indonesia, Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (BRT), Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial Edi Suharto (ES), mantan Dirut DNR Logistics periode 2018-2022 Kanisius Jerry Tengker (KJT), dan Direktur Operasional DNR Logistics 2021-2024 Herry Tho (HER).
Meski sudah ada langkah pencegahan, KPK masih menutup rapat informasi soal siapa saja tersangka dalam kasus ini. Pengumuman resmi terkait jumlah maupun identitas tersangka masih menunggu perkembangan penyidikan.
Kasus dugaan korupsi pengangkutan bansos ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya.
Sejak akhir 2020, KPK sudah mengusut sejumlah dugaan penyimpangan dalam distribusi bantuan sosial, termasuk kasus suap pengadaan bansos untuk wilayah Jabodetabek yang menyeret mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Tidak berhenti di sana, pada Maret 2023 KPK membuka penyidikan baru terkait dugaan korupsi penyaluran bantuan beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harapan (PKH) pada periode 2020-2021.
Lalu pada Juni 2024, KPK kembali mengumumkan penyidikan korupsi pengadaan bansos presiden dalam penanganan COVID-19 di Jabodetabek pada 2020.
Rangkaian kasus ini menunjukkan pola penyimpangan yang berulang di balik program bantuan sosial yang semestinya menjadi penopang rakyat kecil di masa krisis.