Salah satu sorotan adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, aturan dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengatur pembagian kuota haji khusus hanya sebesar 8 persen dan sisanya, 92 persen, untuk haji reguler.
Kejanggalan ini memicu dugaan adanya pelanggaran prosedur dan potensi penyalahgunaan wewenang.
Sejumlah pengamat menilai, kasus ini bukan sekadar persoalan administrasi, melainkan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap transparansi pengelolaan ibadah haji.
“Kalau benar ada manipulasi kuota, ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi juga moral,” ujar seorang akademisi hukum dari Universitas Indonesia.
Baca Juga: Intip Bocoran Resmi Samsung Galaxy S25 FE, Punya Desain Mewah, Warna Baru, dan Spesifikasi Andal
Publik kini menantikan langkah KPK berikutnya, termasuk kemungkinan menetapkan tersangka dan menelusuri aliran dana yang diduga mengalir dari skema kuota haji tersebut.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi ujian besar bagi penegakan hukum di sektor pelayanan publik.
Selain menyangkut angka kerugian yang fantastis, perkara ini menyentuh aspek kepercayaan masyarakat pada pengelolaan salah satu ibadah terpenting bagi umat Islam.
KPK memastikan proses penyidikan akan berjalan transparan dan tuntas, sembari mengingatkan semua pihak agar tidak menghalangi kerja penyidik.***