nasional

KPK Usut Dalang SK Kuota Haji 50:50 yang Rugikan Negara Rp1 Triliun, Nama Eks Menag Terseret

Rabu, 13 Agustus 2025 | 06:47 WIB
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu bersama juru bicara KPK Budi Prasetyo (HukamaNews.com / Antara )

HUKAMANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah membongkar tabir siapa otak di balik Surat Keputusan (SK) Menteri Agama soal pembagian kuota haji 2024 yang dinilai janggal.

Pembagian kuota tambahan haji secara 50:50 antara haji reguler dan haji khusus itu disebut menabrak aturan, hingga memicu potensi kerugian negara mencapai Rp1 triliun.

Nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ikut terseret, setelah KPK resmi mencegahnya bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025.

SK yang menjadi sorotan adalah Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tentang Kuota Haji Tambahan Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.

Baca Juga: Ini Cerita Driver Taksi Online di Semarang Saat Mengedarkan Sabu Seberat 3 Kilogram

Dokumen ini ditandatangani Yaqut pada 15 Januari 2024, dan menjadi salah satu barang bukti kunci dalam penyelidikan.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkap pihaknya tengah mendalami proses lahirnya SK tersebut.

Menurutnya, perlu dipastikan apakah SK dirancang langsung oleh menteri atau merupakan hasil usulan dari pihak bawahan maupun asosiasi travel haji.

"Apakah ini usulan dari bawah ke atas, atau perintah dari atas ke bawah, itu yang sedang kami telusuri," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (6/8/2025).

Dalam SK tersebut, kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi sebanyak 20.000 jemaah dibagi rata: 10.000 untuk haji khusus, 10.000 untuk haji reguler.

Baca Juga: Dugaan Buzzer Mulai Bekerja Sanjung-sanjung Rencana Menhut Raja Juli Antoni Kelola Taman Nasional Komodo dengan Narasi yang Sama

Dari 10.000 kuota khusus, 9.222 diperuntukkan bagi jemaah, dan 778 untuk petugas.

Sementara kuota reguler tersebar di 34 provinsi, dengan Jawa Timur menerima 2.118, Jawa Tengah 1.682, dan Jawa Barat 1.478 kuota.

Masalahnya, pembagian ini dinilai menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur porsi maksimal haji khusus hanya 8 persen dan haji reguler 92 persen.

Skema 50:50 ini jelas keluar dari koridor hukum.

Halaman:

Tags

Terkini