Ia menempuh pendidikan awal di Indonesia, lalu melanjutkan studi ke Nederlandsch Economische Hogeschool Rotterdam, yang kini dikenal sebagai Erasmus Universiteit Rotterdam.
Gelar ekonomi diraihnya pada tahun 1963, menandai awal dari perjalanan panjang di dunia akademik dan kebijakan publik.
Tak hanya aktif sebagai akademisi dan penulis yang tajam dalam menganalisis isu ekonomi, Kwik mulai memasuki dunia politik pada tahun 1987 lewat Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Saat PDI mengalami transformasi menjadi PDI Perjuangan di bawah kepemimpinan Megawati Soekarnoputri, Kwik menjabat sebagai Ketua DPP dan memimpin Badan Penelitian dan Pengembangan partai tersebut.
Ia kemudian dipercaya sebagai Wakil Ketua MPR RI, dan pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Kwik diangkat sebagai Menko Ekuin.
Selama menjabat dari 1999 hingga 2000, ia dikenal sebagai sosok yang bersih, lugas, dan tak mudah digoyahkan oleh tekanan politik.
Setelah itu, di era Presiden Megawati, ia kembali diberi kepercayaan sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Ketua Bappenas pada periode 2001–2004.
Perannya dalam merancang kebijakan pembangunan dan menjaga stabilitas ekonomi nasional di masa transisi reformasi menjadi salah satu warisan pentingnya.
Konsistensi dan Integritas di Tengah Politik yang Dinamis
Di mata banyak orang, Kwik Kian Gie bukan sekadar pejabat atau akademisi biasa.
Ia kerap tampil berbeda dan kritis terhadap jalannya pemerintahan, bahkan terhadap partai tempat ia bernaung sekalipun.
Baca Juga: Hasto Uji Pasal Perintangan Penyidikan UU Tipikor ke MK, Ini Alasan dan Tuntutannya
Suaranya yang lantang dalam menyuarakan transparansi anggaran negara dan kritik terhadap korupsi menunjukkan keberpihakan yang jelas pada rakyat.
Karena itulah, walaupun sempat aktif sebagai penasihat ekonomi pasangan Prabowo Subianto–Sandiaga Uno pada Pilpres 2019, Kwik tetap dikenang sebagai intelektual independen yang menjunjung nilai kebenaran di atas loyalitas politik.