Seperti diketahui, insiden memilukan itu terjadi saat warga membludak datang ke acara hiburan dan makan gratis di Pendopo dan Alun-Alun Garut, Jumat siang.
Kerumunan yang tidak terkendali menyebabkan kepanikan dan desak-desakan yang mengakibatkan tiga korban meninggal dunia.
Dua korban adalah warga sipil yakni Vania Aprilia (8 tahun) dan Dewi Jubaeda (61 tahun), serta satu personel kepolisian Bripka Cecep Saeful Bahri (39 tahun) yang merupakan anggota Polres Garut.
Hingga kini, pihak kepolisian masih terus mendalami penyebab insiden dan mengevaluasi faktor-faktor kelalaian yang mungkin terjadi dalam proses penyelenggaraan acara.
Sementara itu, seluruh perhatian publik tertuju pada langkah-langkah lanjutan yang akan diambil oleh pihak penyelenggara dan pemerintah daerah.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut pejabat publik dan melibatkan kerumunan massa dalam jumlah besar yang sayangnya tak tertangani dengan baik.
Pihak kepolisian menegaskan akan mengusut tuntas kasus ini tanpa pandang bulu, termasuk memeriksa semua pihak yang bertanggung jawab atas jalannya acara.
Dalam konteks ini, transparansi dan kesediaan pihak penyelenggara untuk kooperatif menjadi hal krusial agar kepercayaan publik tidak kian merosot.
Tragedi di Garut ini sekaligus menjadi pelajaran penting tentang pentingnya manajemen risiko dalam acara publik, terlebih ketika dihadiri ribuan orang.
Tanggung jawab bukan hanya soal hukum, tapi juga soal moral dan kepekaan terhadap keselamatan masyarakat.
Dengan pernyataan siap diperiksa dan bertanggung jawab secara penuh, publik kini menanti apakah langkah konkret yang diambil akan sepadan dengan luka yang telah ditinggalkan oleh insiden memilukan ini.***