Namun, insiden Benedikt bukan satu-satunya dalam beberapa hari terakhir.
Dalam beberapa hari terakhir, dua pendaki asal Brasil dan Belanda turut mengalami insiden serupa di area Gunung Rinjani, menambah panjang catatan kecelakaan yang melibatkan wisatawan mancanegara.
Meskipun Rinjani menawarkan panorama yang luar biasa, jalur pendakiannya kerap menjadi tantangan berat, khususnya saat kondisi cuaca tidak bersahabat.
Dalam konteks ini, publik mulai mempertanyakan kembali sistem manajemen jalur pendakian di Rinjani.
Baca Juga: Uji Publik Penulisan Sejarah Indonesia, Tanggal 20 Juli, Cermati
Sudahkah perlu diterapkan pembatasan jumlah pendaki atau disiapkan jalur evakuasi alternatif khusus untuk situasi darurat?
“Evakuasi udara seperti ini menjadi penanda bahwa kesiapsiagaan tim SAR Indonesia patut diapresiasi, tapi pencegahan tetap harus menjadi prioritas,” ujar salah satu pegiat lingkungan yang aktif mengawasi aktivitas pendakian di NTB.
Koordinasi antar-instansi dalam evakuasi Benedikt juga memberi pelajaran penting soal efektivitas sistem tanggap darurat yang terintegrasi.
Teknologi komunikasi, kehadiran helikopter, hingga keterampilan lapangan yang dimiliki tim gabungan berhasil memangkas waktu penanganan secara signifikan.
Kasus ini bisa jadi bahan evaluasi sekaligus pembelajaran, tidak hanya bagi otoritas taman nasional, tapi juga komunitas pendaki yang kian aktif menjajal gunung-gunung di Indonesia.
Dengan semakin tingginya minat wisatawan asing, kualitas pengelolaan kawasan wisata alam seperti Rinjani harus semakin ditingkatkan.
Keselamatan bukan hanya urusan SAR, tapi juga soal edukasi, kesiapan individu, dan regulasi yang mendukung.***