Kejagung sebelumnya juga telah menggeledah kantor GoTo pada Selasa, 8 Juli 2025.
Dalam penggeledahan itu, penyidik berhasil mengamankan berbagai barang bukti, termasuk dokumen fisik, surat-surat, hingga perangkat elektronik seperti flashdisk.
Seluruh barang bukti kini sedang dalam proses verifikasi dan analisis mendalam.
Kasus ini mencuat karena diduga ada upaya penggiringan keputusan teknis yang tidak sejalan dengan kebutuhan faktual di lapangan.
Menurut Harli Siregar, tim teknis awalnya merekomendasikan penggunaan laptop dengan sistem operasi Windows, mengacu pada hasil uji coba 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2019 yang dinilai tidak efektif.
Baca Juga: Waspada! Link Palsu BSU 2025 Makan Korban, Cek di Sini Biar Nggak Ketipu dan Kehilangan Data Pribadi
Namun, hasil kajian teknis tersebut kemudian diganti dengan versi baru yang justru mengarahkan agar laptop yang dibeli menggunakan sistem operasi Chrome OS.
Langkah ini diduga kuat bukan berdasarkan kebutuhan pendidikan, melainkan atas dorongan pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.
Lebih mencengangkan lagi, proyek pengadaan ini memakan anggaran yang fantastis, yakni mencapai Rp9,982 triliun.
Dana tersebut terdiri atas Rp3,582 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Nominal yang sangat besar ini menjadi sorotan karena penggunaan anggarannya dinilai tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh di lapangan.
Penyidikan pun berfokus pada dugaan korupsi berjemaah dan kolusi yang melibatkan oknum pemerintah serta pihak swasta.
Tak hanya membidik para pelaksana proyek, Kejagung juga menelusuri jejak digital, transaksi, serta potensi keuntungan tidak sah dari pengadaan ini.
Kejagung menegaskan bahwa seluruh proses hukum akan dilakukan secara transparan dan akuntabel.