Sementara terdakwa terakhir, Muhrijan, mengakui telah menerima uang sebesar Rp13,7 miliar dari aktivitas serupa.
“Saya dapat Rp13,7 miliar dari Judol,” kata Muhrijan.
Pengadilan menyusun kasus ini ke dalam lima klaster untuk memudahkan proses pembuktian dan pertanggungjawaban.
Klaster pertama berisi para koordinator yang dianggap menjadi pusat kendali distribusi dana dan pengamanan. Keempat terdakwa yang menjalani sidang malam itu masuk dalam kategori ini.
Klaster kedua mencakup para mantan pegawai Kementerian Kominfo yang diduga kuat ikut terlibat dalam aktivitas pelindungan situs-situs ilegal tersebut.
Di antara nama-nama yang disebut, terdapat lebih dari sepuluh eks pegawai, termasuk Riko Rasota Rahmada, Yudha Rahman Setiadi, hingga Reyga Radika.
Sementara itu, klaster ketiga berisi para agen situs judi online yang menjadi pelaku langsung dalam menjalankan bisnis ilegal ini di lapangan.
Klaster keempat fokus pada aktivitas Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yang menyeret nama Darmawati dan Adriana Angela Brigita.
Yang menarik, nama Budi Arie Setiadi yang kini menjabat sebagai Menteri Koperasi dan sebelumnya adalah Menteri Kominfo, juga sempat muncul dalam surat dakwaan.
Walaupun belum menjadi tersangka, kemunculan nama pejabat negara dalam dokumen resmi pengadilan menambah tekanan pada pemerintah untuk mengusut tuntas jaringan ini hingga ke akar-akarnya.
Kasus ini menyimpan banyak lapisan persoalan, dari korupsi struktural hingga kelalaian dalam pengawasan sistem digital nasional.
Di tengah sorotan publik yang semakin tajam terhadap praktik judi online, kasus ini juga memperlihatkan betapa rentannya institusi negara terhadap infiltrasi jaringan kriminal yang semakin canggih.
Keterlibatan pejabat, aliran dana miliaran rupiah, serta pengamanan sistematis terhadap situs-situs ilegal menandakan bahwa kasus ini bukan perkara biasa.