nasional

Skandal E-KTP Rugikan Negara Triliunan Rupiah, MA Malah Sunat Vonis Setya Novanto

Kamis, 3 Juli 2025 | 06:33 WIB
Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto terbukti bersalah terlibat dalam korupsi E KTP yang rugikan negara triliunan rupiah. Namun Mahkamah Agung justru memberi potongan hukuman.

HUKAMANEWS  — Harapan publik agar koruptor kelas kakap dijatuhi hukuman maksimal kembali pupus. Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, sekaligus memangkas hukumannya dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan penjara.

Tak hanya itu, hak politik Setya Novanto yang semula dicabut selama lima tahun pun dipangkas menjadi 2,5 tahun. Diskon hukuman ini sontak memantik amarah sekaligus kekecewaan banyak pihak.

“Ini menyesakkan. Pesan pemberantasan korupsi jadi lemah ketika koruptor justru mendapat potongan hukuman lewat PK,” kata Zaenur Rohman, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Rabu (2/7/2025).

Menurut Zaenur, dasar hukum yang digunakan majelis PK tampak kabur dan tidak mencerminkan upaya luar biasa yang seharusnya melekat pada PK.

“PK seharusnya didasarkan pada bukti baru yang benar-benar signifikan. Saya tidak melihat ada novum yang sahih,” tegasnya.

Vonis PK ini diputus oleh majelis yang diketuai Surya Jaya bersama dua anggotanya, Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono. Mereka menilai pidana Setnov layak dipotong, meskipun publik menilai kerugian negara akibat proyek e-KTP yang diseret oleh Novanto sangat besar dan merusak kepercayaan rakyat.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, menegaskan seharusnya penegak hukum tidak memberi ruang bagi upaya meringankan hukuman koruptor. “Korupsi adalah kejahatan luar biasa. Sudah seharusnya dihukum setinggi-tingginya agar menciptakan efek jera,” ujar Tanak kepada Kompas.

Ia pun mengingatkan kembali sosok mendiang Hakim Agung Artidjo Alkostar, yang semasa hidupnya menjadi mimpi buruk bagi para koruptor. “Pak Artidjo tidak pernah ragu menambah hukuman bagi koruptor. Inilah yang dirindukan masyarakat,” ucapnya.

Pada 2018, Setya Novanto divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Majelis hakim saat itu menilai Novanto terbukti menggunakan jabatannya untuk mengatur proyek e-KTP dan memungut fee dari pihak pemenang tender. Ia dijatuhi pidana penjara 15 tahun, denda Rp500 juta subsider 3 bulan, pencabutan hak politik selama lima tahun, serta membayar uang pengganti 7,3 juta dolar AS.

“Perbuatan Setnov sungguh mencederai rasa keadilan masyarakat, karena uang itu untuk pembangunan,” tutur Fitroh Rohcahyanto, Wakil Ketua KPK lain, saat memberi keterangan di Gedung KPK, Jakarta.

Fitroh mengaku menghormati putusan MA karena tidak ada lagi upaya hukum yang bisa ditempuh KPK. Namun, ia berharap vonis seperti ini tidak menjadi preseden buruk di masa depan. “Jangan sampai publik kehilangan kepercayaan bahwa koruptor bisa dihukum berat,” katanya.

Di sisi lain, publik khawatir potongan hukuman ini membuka ruang kembalinya Setnov ke panggung politik nasional setelah bebas. Dengan pencabutan hak politik yang dipangkas hanya 2,5 tahun, mantan Ketua DPR itu bisa mencalonkan diri lagi setelah 2029 jika tak ada remisi tambahan.

“Ini alarm bahaya,” kata Zaenur Rohman menegaskan. “Kita harus ingat, politik kotor sering lahir dari mereka yang pernah terbukti korup.”

Menampar Logika Pemberantasan Korupsi

Halaman:

Tags

Terkini