Diduga Rennie melepas pegangan tali di area reling dan menolak bantuan dari ketua rombongannya sebelum tergelincir.
Jenazahnya berhasil dievakuasi keesokan harinya oleh tim gabungan.
Medan ekstrem dan cuaca tak menentu menjadi tantangan utama dalam proses evakuasi di Rinjani.
Dalam kasus Juliana, evakuasi dilakukan dengan metode vertical lifting dan flying camp, dan memakan waktu sekitar 3,5 jam untuk mengangkat jenazah dari jurang berkabut.
Sempat dikerahkan helikopter bantuan dari perusahaan tambang PT Amman Mineral, namun akhirnya proses evakuasi dilakukan secara manual karena keterbatasan visibilitas.
Kritik dari publik pun bermunculan, termasuk dari warganet Brasil yang menyoroti lamanya waktu evakuasi.
Namun pihak SAR Mataram menjelaskan bahwa akses medan yang ekstrem dan kabut tebal menjadi hambatan utama yang tak bisa disepelekan.
Sejumlah titik di Rinjani, seperti Letter E, Cemara Nunggal, dan Torean, memang dikenal sebagai zona berisiko tinggi.
Beberapa pendaki bahkan menyebut area Cemara Nunggal sebagai “jalur neraka” karena kontur sempit dan licin yang mengarah langsung ke jurang.
Meski sudah ada regulasi yang mewajibkan setiap pendaki menggunakan jasa guide dan porter, faktor kelelahan dan pengambilan keputusan yang keliru masih sering menjadi penyebab utama kecelakaan.
Sebagai respons dari serangkaian insiden ini, pihak BTNGR berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan jalur pendakian.
Beberapa langkah yang akan diambil antara lain pemasangan reling tambahan di titik-titik rawan, peningkatan pelatihan mitigasi risiko bagi para porter dan pemandu, serta pemeriksaan kesehatan ketat sebelum pendaki memulai perjalanan.
Tak hanya itu, perizinan pendakian akan diperketat demi memastikan bahwa hanya pendaki yang benar-benar siap secara fisik dan mental yang boleh mendaki.