nasional

Saksi Kerusuhan Mulai Bicara, Tidak Seharusnya Menjadi Propaganda Gelar Pahlawan Untuk Soeharto

Minggu, 22 Juni 2025 | 14:27 WIB
Ketua Komisi I DPRD RI Abdul Kharis Almasyhari menyaksikan pameran kerusuhan Solo 1998, didampingi Kepala Monumen Pers Nasional Suminto Yuliarso, Kamis (17/5). (suaramerdeka.com/Setyo Wiyono)

Mantan aktivis 1998, Pande K. Trimayuni, mengatakan semestinya penulisan sejarah diinisiasi oleh para akademisi dan sejarawan, baik karena adanya penemuan baru maupun karena pertimbangan lain. Menurut dia, penulisan yang diinisiasi oleh negara semakin menunjukkan adanya kepentingan tertentu.

“Terlihat dari banyak yang tidak dimunculkan, seperti melihat persoalan yang terjadi di Orde Baru sebagai hal positif saja,” kata Pande, Jakarta, Rabu, 18 Juni 2025.

Pande menuturkan upaya memutihkan dosa masa lalu itu terlihat dari luputnya berbagai macam peristiwa penting yang melibatkan para pemimpin kala itu, dan sebagian masih berkuasa hingga saat ini. Beberapa peristiwa yang tidak dicantumkan itu di antaranya tentang gerakan perempuan, peristiwa-peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) menjelang reformasi, dan terlalu banyak menggunakan kata pembangunan yang memberikan kesan menghilangkan aksi-aksi keji saat itu.

Baca Juga: Bukan Sekadar Ancaman! Khamenei Sudah Siapkan 3 Suksesor, Rusia Warning Keras Jika Ia Dibunuh Israel

Dia menjelaskan dampak dari pengaburan fakta itu tidak hanya berhenti dari dibukukannya sejarah. Lebih jauh, dia khawatir negara akan menggunakannya sebagai alat propaganda seperti memasukkannya ke dalam kurikulum, referensi film-film, hingga menjadi argumen pembenaran untuk memberikan gelar pahlawan kepada mantan Presiden Soeharto.

“Soalnya banyak ketokohan yang hilang, banyak pelaku yang tidak akan disebut, dan selamanya akan begitu,” tutupnya.***

Halaman:

Tags

Terkini