HUKAMANEWS - Surabaya hari ini jadi saksi unjuk rasa besar-besaran dari ribuan sopir truk yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT).
Aksi ini bukan sekadar protes biasa, tapi bentuk akumulasi keresahan yang selama ini terpendam terkait kebijakan pemerintah soal aturan over dimension and over loading (ODOL).
Massa truk terlihat memenuhi sejumlah titik utama di Kota Surabaya, terutama di area Bundaran Waru, Jalan A Yani, hingga depan Kantor Dinas Perhubungan Jawa Timur.
Tak hanya itu, deretan truk juga terlihat berjajar di bundaran Taman Pelangi, menciptakan kemacetan parah yang memaksa pengalihan arus lalu lintas ke jalur lain.
Rencananya, puncak aksi ini akan berlangsung di dua lokasi strategis: Mapolda Jatim dan Kantor Gubernur Jawa Timur di Jalan Pahlawan.
Ketua GSJT, Angga Firdiansyah, mengatakan bahwa aturan ODOL dan revisi Pasal 277 dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dinilai sangat memberatkan sopir truk.
Menurut Angga, beban regulasi selama ini hanya ditanggung oleh para sopir, sementara pihak penyedia muatan atau pemilik barang cenderung tidak tersentuh aturan.
"Aturan tersebut secara keseluruhan itu memberatkan teman-teman sopir. Sedangkan pihak pengusaha atau penyedia muatan itu tidak pernah tersentuh," ujar Angga di sela aksi, Kamis (19/6/2025).
Salah satu tuntutan utama para sopir adalah regulasi tentang tarif muatan logistik yang jelas dan mengikat.
Selama ini, pemilik barang dinilai terlalu dominan dalam menentukan harga, tanpa mempertimbangkan berat atau kapasitas muatan yang diminta.
"Selama ini yang terjadi pihak yang punya barang selalu seenaknya sendiri. Mereka minta muatan banyak, tapi ongkosnya ditentukan sepihak. Ini yang kami lawan," tegas Angga.
Dari sisi keamanan, para sopir juga menyampaikan keluhan soal maraknya aksi premanisme jalanan yang makin meresahkan.
GSJT mendesak pihak kepolisian untuk segera bertindak tegas terhadap aksi pemalakan dan intimidasi yang kerap mereka alami saat melintas.