HUKAMANEWS - Nama Martua Sitorus, pendiri Wilmar Group, tengah menjadi perhatian publik setelah Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) yang melibatkan lima anak perusahaan Wilmar.
Skandal ini mencuat usai Kejagung menyita uang senilai Rp11,8 triliun dari perusahaan-perusahaan yang diduga menerima fasilitas ekspor secara tidak sah.
Kasus ini langsung mengundang pertanyaan publik: siapa sebenarnya Martua Sitorus, sosok di balik raksasa industri sawit Asia ini?
Latar belakangnya sebagai pengusaha sukses memang sudah tak asing di dunia bisnis, namun keterlibatannya dalam kasus hukum membuat kisahnya kembali dibedah lebih dalam.
Baca Juga: Presiden Prabowo Mendarat di Rusia, Disambut Upacara Militer Penuh Hormat di St. Petersburg
Perjalanan bisnisnya pun mencerminkan naik-turunnya gurita bisnis sawit global yang tak lepas dari sorotan hukum dan regulasi ekspor.
Tak hanya nilai uang yang fantastis, kasus ini juga memperlihatkan bagaimana korporasi besar bisa terseret pusaran hukum ketika transparansi dan tata kelola tidak berjalan semestinya.
Wilmar Group, yang kini jadi buah bibir, bermula dari perusahaan kecil bernama Wilmar Trading Pte Ltd yang berdiri di Singapura.
Perusahaan ini dirintis oleh Martua Sitorus bersama rekan bisnisnya, Kuok Khoon Hong.
Dengan hanya lima karyawan dan modal awal 100 ribu dolar Singapura, Wilmar perlahan menjelma menjadi raksasa industri sawit Asia Tenggara.
Perusahaan ini pertama kali membuka perkebunan kelapa sawit seluas 7.000 hektar di Sumatera Barat melalui PT Agra Masang Perkasa.
Setelah itu, ekspansi agresif dilakukan ke berbagai wilayah di Indonesia seperti Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan.
Pada awal 2000-an, Wilmar mulai memasarkan minyak goreng merek sendiri, seperti Sania, yang hingga kini masih dikenal masyarakat luas.
Langkah penting terjadi pada tahun 2005 saat Wilmar mengakuisisi PT Cahaya Kalbar Tbk, produsen lemak dan minyak khusus untuk industri makanan.