Sebelumnya, pada 19 Maret 2025, majelis hakim membebaskan tiga perusahaan sawit besar dari segala tuntutan hukum.
Putusan tersebut menegaskan bahwa meskipun ketiganya terbukti melakukan perbuatan seperti dalam dakwaan, namun tidak dikategorikan sebagai tindak pidana atau disebut *niet strafbaar*.
Hal inilah yang kemudian mendorong Kejaksaan Agung mengajukan kasasi ke MA, karena menilai putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan substansial.
Dalam dokumen kasasi yang diajukan, Kejaksaan tetap menuntut pembayaran uang pengganti dan denda yang cukup besar dari setiap korporasi.
PT Permata Hijau Group dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar dan uang pengganti senilai Rp937,5 miliar.
Jika tidak dibayarkan, harta milik pengendali korporasi, David Virgo, akan disita, dan ia terancam pidana penjara selama 12 bulan secara subsidiair.
Sementara itu, PT Musim Mas Group dibebankan denda Rp1 miliar serta uang pengganti mencapai Rp4,89 triliun.
Jika gagal membayar, harta perusahaan akan dilelang dan jika tidak mencukupi, ancaman pidana turut mengintai.
Wilmar Group sendiri menghadapi tuntutan tertinggi dengan nilai uang pengganti sebesar Rp11,88 triliun.
Direktur Wilmar, Tenang Parulian, juga terancam hukuman penjara hingga 19 tahun jika perusahaan tidak mengembalikan kerugian negara tersebut.
Baca Juga: Tak Mampu Hadirkan Rini Soemarno di Pengadilan, Kuasa Hukum Tom Lembong Pilih Walk Out
Pengembalian dana oleh Wilmar disebut sebagai langkah proaktif untuk menunjukkan komitmen tanggung jawab, meskipun belum ada putusan hukum final atau 'inkracht'.
Beberapa pengamat hukum memandang langkah tersebut sebagai bentuk “itikad baik” dari pihak perusahaan, namun tetap menegaskan bahwa proses hukum belum usai.
“Ini adalah langkah maju, tetapi belum menutup persoalan. Masih banyak yang harus dikaji oleh Mahkamah Agung untuk memastikan keadilan ditegakkan,” ujar seorang analis hukum.