Yusuf pun melihat pengelolaan APBN 2025 akan semakin mengandalkan kemampuan pemerintah dalam menjaga fleksibilitas fiskal. Dalam jangka pendek, dia mendorong pemerintah menyiapkan skenario penyesuaian anggaran jika tren ICP dan nilai tukar terus menjauh dari asumsi yang ditetapkan.
Sementara itu, Guru Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengingatkan jika konflik Israel-Iran terus berlanjut maka tidak mungkin harga minyak terus melonjak naik di atas US$100 per barel.
Syafruddin menjelaskan bahwa Selat Hormuz yang berada dekat Iran merupakan nadi perdagangan energi global. Dia meyakini investor akan meninggalkan kawasan yang dinilai tidak lagi aman.
Masalahnya, Indonesia merupakan negara pengimpor energi. Dia pun mewanti-wanti kenaikan harga minyak akan memperbesar beban APBN lewat subsidi energi, memperlebar defisit transaksi berjalan, dan mendorong inflasi.
Baca Juga: Gustiwiw Tutup Usia di 26 Tahun, Inilah Profil Sosok Kreatif Multitalenta Gusti Irwan Wibowo
"Pemerintah menghadapi pilihan sulit, menaikkan harga BBM atau menanggung ledakan subsidi yang menggerogoti anggaran pembangunan," jelas Syafruddin.***