HUKAMANEWS - Korea Selatan kini memasuki babak baru dalam perjalanannya sebagai negara demokrasi.
Setelah melewati periode politik yang penuh gejolak, akhirnya rakyat memberikan mandat kepada tokoh progresif Lee Jae-myung sebagai presiden.
Pemilihan ini digelar secara mendadak menyusul pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol, yang sempat memicu ketidakpastian di berbagai sektor.
Namun hasil akhir menunjukkan arah yang jelas: publik menginginkan perubahan dan pemulihan, baik secara politik maupun ekonomi.
Baca Juga: Kesal Dikalahkan Pecatur Muda, Mantan Juara Dunia Catur Magnus Carlsen Sampai Gebrak Meja
Lee berhasil memenangkan pemilihan dengan perolehan suara 49,42 persen, unggul dari rival konservatif Kim Moon-soo yang meraih 41,15 persen.
Tingkat partisipasi pemilih yang mencapai 77,8 persen bahkan menjadi yang tertinggi sejak 1997, menandakan betapa besar harapan masyarakat terhadap masa depan yang lebih stabil.
Sebagai sosok dengan latar belakang unik, Lee Jae-myung membawa narasi yang kuat.
Dikenal sebagai mantan buruh pabrik dan pengacara hak asasi manusia, perjalanan hidupnya membuat banyak warga merasa terwakili.
Dalam pidato pelantikannya, Lee menyoroti pentingnya memperkuat demokrasi dan memperbaiki ekonomi yang sempat limbung akibat keputusan kontroversial pemerintahan sebelumnya.
Baca Juga: Seluk Beluk Haji Furoda yang Kini Sudah Tidak Diterbitkan Pemerintah Arab Saudi
Misi pertamanya adalah merajut kembali kepercayaan publik yang sempat terkoyak.
Lee menyatakan komitmennya untuk menjembatani polarisasi politik dan menghadirkan kepemimpinan yang akuntabel serta transparan.
Tak hanya fokus di dalam negeri, Lee juga menekankan diplomasi aktif dalam kancah global.
Ia ingin memperkuat kerja sama strategis dengan Amerika Serikat dan Jepang, namun tetap membuka ruang dialog dengan Korea Utara untuk menjaga stabilitas kawasan.