Saat itu, pemerintah menggelontorkan anggaran jumbo mencapai Rp900 miliar untuk tahap ketiga, kelima, dan keenam, dengan total paket mencapai 6 juta unit.
Namun dari angka tersebut, negara justru dirugikan sekitar Rp250 miliar akibat praktik korupsi.
Salah satu nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka adalah Ivo Wongkaren, Direktur Utama PT Mitra Energi Persada.
Ia sebelumnya telah divonis dalam kasus penyaluran bansos beras COVID-19 dengan hukuman 8 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar.
Selain itu, Ivo juga dikenai kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp62,59 miliar sebagai bentuk pengembalian kerugian negara.
Kini, fokus penyidikan KPK bukan hanya pada pelaku individu, tapi juga menyasar aktor birokrasi dan pola kerja yang membuka celah penyelewengan anggaran.
KPK berharap dokumen-dokumen yang telah disita dapat memberikan gambaran utuh tentang bagaimana proses pengadaan bansos ini diatur, siapa saja yang terlibat, dan di mana letak kebocoran anggaran terjadi.
Penyidikan ini menjadi penting karena dana bantuan sosial merupakan dana yang seharusnya langsung menyentuh masyarakat rentan yang terdampak pandemi.
Ketika bantuan tersebut disalahgunakan, dampaknya tidak hanya pada kerugian negara, tetapi juga pada hak-hak dasar warga yang terampas.
KPK juga menyerukan kepada semua pihak yang mengetahui informasi penting terkait kasus ini untuk bersikap kooperatif.
Kerja sama masyarakat sangat dibutuhkan agar kasus ini bisa dituntaskan secara menyeluruh, tanpa tebang pilih.
Di sisi lain, kasus ini menjadi pelajaran penting bahwa dalam situasi darurat sekalipun, integritas birokrasi tetap harus dijaga agar dana publik tidak jatuh ke tangan yang salah.
Transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan ketat seharusnya menjadi bagian utama dari skema pengadaan, terutama saat krisis terjadi.