Pihak keluarga Argo, khususnya sang ibu, Melina, menyampaikan pesan menyentuh kepada komunitas FH UGM.
Ia berharap semua pihak tetap berikhtiar demi tegaknya keadilan.
"Kalau keadilan harus dijalankan, maka kita jalankan," ujarnya dengan tegar, sebagaimana dilaporkan dalam pernyataannya secara daring.
Di sisi lain, UGM sebagai institusi tempat keduanya menempuh pendidikan telah menyampaikan duka cita dan menyerahkan penanganan kasus ini sepenuhnya kepada pihak kepolisian.
Namun, mahasiswa dan masyarakat umum terus mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan, profesional, dan bebas dari intervensi.
Kasus ini membuka mata banyak orang bahwa akses terhadap keadilan tidak boleh hanya dinikmati oleh mereka yang memiliki kekuasaan atau koneksi.
Kematian Argo telah menjadi simbol perlawanan publik terhadap potensi rekayasa hukum yang dapat mengaburkan keadilan.
Lebih dari sekadar tagar, #JusticeForArgo adalah manifestasi nyata dari kekuatan suara rakyat yang kini hadir dalam bentuk digital.
Teknologi dan media sosial telah memberi ruang baru bagi masyarakat untuk mengawasi jalannya hukum.
Kini, publik tidak sekadar menanti hasil, tetapi ikut serta dalam menuntut akuntabilitas dari aparat penegak hukum.
Kasus ini menjadi momentum penting untuk mengingatkan bahwa hukum harus berlaku setara bagi semua warga negara, tanpa pandang latar belakang.
Keadilan bagi Argo bukan hanya soal pertanggungjawaban satu individu, tetapi juga tentang memperkuat kembali kepercayaan publik terhadap sistem hukum di Indonesia.
Jika keadilan benar-benar ingin ditegakkan, maka inilah waktunya untuk membuktikan bahwa suara rakyat bukan sekadar gema kosong, melainkan kekuatan nyata untuk perubahan.