Pakar hukum dan pegiat antikorupsi, Hardjuno Wiwoho, menilai penemuan ini sebagai sinyal kuat adanya krisis pengawasan di lembaga peradilan.
Menurutnya, jika praktik seperti ini bisa terjadi selama bertahun-tahun tanpa terendus, artinya ada lubang besar dalam sistem akuntabilitas yang seharusnya mencegah penyimpangan.
Kejaksaan Agung tak tinggal diam.
Zarof kini resmi ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Berbagai barang bukti mulai dari uang tunai, emas, hingga dokumen terkait pengurusan perkara juga disita untuk kepentingan penyidikan.
Kasus ini menjadi tamparan keras bagi dunia peradilan Indonesia.
Publik tentu berharap bahwa penanganannya tidak hanya berhenti pada individu Zarof Ricar semata.
Lebih dari itu, dibutuhkan reformasi sistemik agar lembaga peradilan benar-benar bisa kembali menjadi tempat mencari keadilan, bukan tempat memperdagangkan perkara.
Dengan terbongkarnya skandal ini, pemerintah dan aparat penegak hukum memiliki tugas berat untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Karena integritas tidak cukup dibangun lewat aturan, tapi juga keteladanan dan penegakan hukum yang tegas dan transparan.
Kini, publik menanti langkah konkret untuk memastikan bahwa kasus Zarof Ricar bukan sekadar puncak gunung es dari bobroknya sistem peradilan di Indonesia.***