HUKAMANEWS - Jakarta tengah diramaikan oleh kemunculan fakta baru dalam persidangan yang menyeret nama Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto.
Pengakuan seorang penyelidik senior KPK membuat publik bertanya-tanya soal independensi lembaga antirasuah tersebut.
Pernyataan kontroversial yang diduga keluar dari mulut pimpinan KPK pada awal 2020 menjadi sorotan.
Kalimat “Siapa yang berani mentersangkakan Hasto” muncul dalam ekspose kasus suap Harun Masiku dan disebut-sebut diucapkan oleh Nawawi Pomolango, yang kala itu menjabat sebagai Pelaksana Tugas Ketua KPK menggantikan Firli Bahuri.
Fakta ini mencuat dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan yang menjerat Hasto.
Sontak saja, publik kembali mempertanyakan sejauh mana transparansi dan keberanian KPK dalam menindak tokoh politik yang diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi.
Pengakuan mengejutkan itu disampaikan oleh penyelidik KPK, Arif Budi Raharjo, yang mengungkap momen ketika ekspose perkara Harun Masiku digelar secara internal pada Januari 2020.
Menurut Arif, pernyataan tersebut dilontarkan oleh pimpinan KPK saat itu, seolah menyiratkan adanya keraguan atau bahkan tekanan internal dalam menjerat sosok penting di lingkaran partai penguasa.
Tak berhenti di situ, dalam persidangan yang digelar beberapa waktu lalu, Arif juga mengungkap dugaan kebocoran surat perintah penyelidikan (sprinlidik) kepada pihak eksternal.
Yang membuat publik tercengang, dokumen rahasia itu ternyata sampai ke tangan kader PDI Perjuangan dan sempat dipamerkan dalam sebuah acara televisi.
Padahal, sprinlidik sejatinya hanya untuk konsumsi internal penyelidikan dan bukan untuk disebarkan ke publik.
Situasi ini menimbulkan dugaan kuat bahwa ada pihak-pihak yang dengan sengaja membocorkan dokumen demi menghambat proses hukum yang sedang berjalan.
Kasus ini pun tak sekadar berhenti pada pengakuan demi pengakuan.