Hal itu dinilai penting agar kejelasan hukum terjaga dan tidak memunculkan polemik berkepanjangan.
Saat ini, berdasarkan Pasal 30C huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, pengamanan kejaksaan masih menjadi wewenang Kepolisian.
Karena itu, setiap bentuk pelibatan institusi lain, termasuk TNI, harus diatur dengan regulasi yang jelas dan sesuai dengan norma perundang-undangan.
TB Hasanuddin juga menyatakan bahwa dirinya bisa memahami jika Presiden menggunakan kewenangan diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 10 UUD 1945.
Namun, ia menekankan bahwa langkah ini tetap harus dilandasi dengan kehati-hatian dan evaluasi berkelanjutan.
Diskresi yang bersifat taktis ini harus tetap memiliki batasan waktu dan kondisi yang ketat.
Dengan begitu, prinsip profesionalitas TNI tetap terjaga, dan tidak menimbulkan persepsi bahwa militer kembali masuk ke ranah sipil secara masif.
Isu ini penting untuk terus dikawal karena menyangkut batas-batas fungsi dan peran lembaga negara.
Publik juga berhak mendapatkan kepastian hukum agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang atau kebingungan di lapangan.
Dalam situasi seperti ini, prinsip checks and balances menjadi kunci agar semua kebijakan tetap berada dalam rel konstitusi.
Sebagai langkah ke depan, kejelasan mengenai isi RPP dan peran TNI dalam pengamanan kejaksaan perlu dibuka secara transparan kepada publik.
Langkah ini penting untuk menjaga akuntabilitas sekaligus membangun kepercayaan masyarakat terhadap semua lembaga yang terlibat.
Dengan pelibatan yang terukur dan regulasi yang kuat, diharapkan stabilitas institusi penegak hukum bisa dijaga tanpa mengorbankan prinsip demokrasi dan supremasi hukum.***